Pages

Tuesday, March 12, 2019

Proses Berpikir Manusia Menggunakan Logika Melalui Metode Penalaran Deduktif dan Induktif



Proses Berpikir Manusia Menggunakan Logika Melalui Metode Penalaran Deduktif dan Induktif
Lailatul Mukarromah, Amanda Prasetyawati, Samik S. Si.,M.Si
Abstrak
Manusia diciptakan sang pencipta memiliki kelebihan serta kekurangannya. Allah menganugerahkan kita akal untuk berpikir serta mendorong pada lahirnya budi pekerti luhur yang baik atau akhlaqul karimah yang baik dan menghalangi seseorang untuk melakukan hal yang buruk. Akal berasal dari bahasa Arab dari kata ‘aql’ yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Arti lain dari akal yakni daya pikir atau kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu. Dengan kita mempunyai akal, kita dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial di hidup ini. Manusia memiliki akal yang berfungsi untuk mendorong kepada arah kebaikan dan mengingatkan seseorang agar tidak melakukan kejahatan. Di dalam kehidupan, manusia berpikir menggunakan akal dan kelogikaan. Logika dapat diartikan sebagai proses berpikir yang dapat menghasilkan pengetahuan baru, pada hakikatnya pengetahuan itu dapat dihasilkan dari penalaran yang mempunyai hukum dasar kebenaran melalui proses berpikir yang harus dilakukan dengan cara serta prosedur tertentu. Logika memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan serta pengkajian-pengkajian pengetahuan tertentu. Dari cara berpikir tersebut akan menghasilkan suatu kesimpulan yang dianggap valid. Dalam penalaran ilmiah, proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dapat dikenal dengan dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.

Isi
Di dalam kehidupan saat ini, manusia berpikir menggunakan akal serta logika. Semua penalaran yang menggunakan akal pikiran sudah tentu bertumpu pada logika. Oleh karenanya, dapat diperoleh hubungan antar pernyataan. Akan tetapi tidak semua pernyataan mengandung unsur kelogikaan. Hanya yang benar dan yang salahlah yang dapat dihubungkan dengan logika. Sehingga dalam keilmuan, telaah seputar logika memiliki peranan yang signifikansi terhadap perkembangannya. Terutama jika kondisi masyarakat pada saat ini yang umumnya cenderung lebih praktis, tampaknya telah menuntun para pelajar untuk melupakan aspek terpenting yakni dalam hal berpikir keilmuan. Padahal sebuah konsep dianggap ilmiah jika mampu membuktikan validitas argumennya, tentunya yang terdapat dalam sistematika yang logis baik ditangkap oleh panca indra ataupun yang lainnya. Karena pada hakekatnya setiap kebenaran ilmiah selalu diperkuat dengan adanya bukti-bukti yang empiris. Sehingga dalam proses berfikir ilmiah perlu adanya pemahaman khusus serta di topang dengan logika. Logika sendiri menurut Aristoteles tidak lepas dari istilah silogistik. Silogistik merupakan sebuah penjelasan yang di dalam suatu prosesnya mengandung unsur “abstraksi/premis mayor” dan “difinisi/premis minor” keduanya diperlukan untuk membangun sebuah konsep yang benar sebelum melangkah menjadi proposisi, proposisi inilah yang akhirnya akan bermuara pada kesimpulan (Mustofa Imron, 2016).


Manusia fitrahnya mempunyai kemampuan untuk bernalar. Bernalar dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam berpikir secara logis dan analistis, serta dapat diakhiri dengan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dalam hal berpikir ilmiah ini dapat dilakukan dengan dua cara yakni melalui metode penalaran deduktif dan penalaran induktif. 
A.    Penalaran Deduktif (Rasionalisme)
Seiring dengan berkembangnya waktu, alam pikiran manusia terus mengalami perkembangan. Oleh karena itu timbul usaha manusia untuk mencoba mencari tahu serta menafsirkan gejala-gejala alam menggunakan akal pikiran secara rasional. Metode penalaran deduktif ini dapat diartikan sebagai suatu metode berpikir ilmiah yang menerapkan hal-hal yang bersifat umum (premis mayor) terlebih dahulu selanjutnya dihubungkan dalam hal-hal yang bersifat khusus (premis minor). Hal ini dilakukan sebagai upaya penyusunan fakta yang telah diketahui sebelumnya guna mencapai suatu kesimpulan yang logis.
Metode ini merupakan perkembangan pola berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika yang dikemukakan oleh Aristoteles (348-322 SM) (TIM FMIPA UNESA, 2012). Dalam penalaran deduktif ini dapat dikategorikan lagi menjadi dua yakni silogisme dan entimen. Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan pada penalaran deduktif. Silogisme dapat dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang terdiri atas beberapa unsur yaitu premis mayor, premis minor serta penarikan kesimpulan. Dengan kata lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 penarikan kesimpulan. Alur berpikir deduktif dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.2 Alur Berpikir Deduktif
Contoh dari metode ini sebagai berikut:
Contoh 1
Premis Mayor             : Semua makhluk hidup pasti akan mengalami kematian
                                     (umum)
Premis Minor              : Manusia adalah makhluk hidup (khusus)
Simpulan                    : Maka manusia suatu saat akan mengalami kematian
Contoh 2
Premis Mayor             : Semua siswa SMA Taruna Bangsa kelas XII wajib mengikuti 
                                     pelajaran Geografi
Premis Minor              : Ahmad adalah siswa kelas XII SMA Taruna Bangsa
Simpulan                    : Ahmad wajib mengikuti jam pelajaran Geografi
Simpulan yang diambil hanya benar bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik simpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal itu salah maka simpulan yang diambil juga salah atau tidak benar (TIM FMIPA UNESA,2012). Maka jelaslah penalaran deduktif harus dimulai dengan pertanyaan yang sudah pasti kebenarannya.
Entimen merupakan penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme, premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sama-sama sudah diketahui.
A.    Penalaran Induktif (Empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncul pandangan lain berdasarkan pengalamannya yang konkrit. Menurut paham empirisme, gejala alam bersifat konkrit dan dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Dengan kita mempunyai panca indera, manusia berhasil mengumpulkan sangat banyak pengetahuan. Kumpulan-kumpulan pengetahuan ini belum dapat disebut ilmu pengetahuan yang disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatknya (hubungan kausalitas). Maka dari itu diperlukan penalaran yang dimulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
Penalaran Induktif merupakan metode atau cara yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum. Dalam metode penalaran induktif ini, simpulan dapat ditarik dari sekumpulan fakta peristiwa atau pernyataan yang bersifat umum. Contoh dari penalaran metode ini adalah pada pengamatan atas logam besi, tembaga, serta alumunium, jika dipanaskan ternyata logam tersebut akan bertambah panjang, dapat disimpulkan bahwa semua logam jika dipanaskan akan bertambah panjang. Akan tetapi, kumpulan fakta-fakta berdasarkan penalaran induktif belum tentu bersifat konsisten bahkan mungkin bersifat kontradiktif (TIM FMIPA UNESA,2012). Alur berpikir induktif dapat digambarkan sebagai berikut :

 

         Gambar 1.3 Alur Berpikir Induktif

Tabel 1.1 Perbedaan Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif:



Kesimpulan
Manusia diciptakan sang pencipta memiliki kelebihan serta kekurangannya. Allah menganugerahkan kita akal untuk berpikir serta mendorong pada lahirnya budi pekerti luhur yang baik atau akhlaqul karimah yang baik dan menghalangi seseorang untuk melakukan hal yang buruk. Di dalam kehidupan, manusia berpikir menggunakan akal dan kelogikaan. Logika dapat diartikan sebagai proses berpikir yang dapat menghasilkan pengetahuan baru, pada hakikatnya pengetahuan itu dapat dihasilkan dari penalaran yang mempunyai hukum dasar kebenaran melalui proses berpikir yang harus dilakukan dengan cara serta prosedur tertentu. Logika memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan serta pengkajian-pengkajian pengetahuan tertentu. Dari cara berpikir tersebut akan menghasilkan suatu kesimpulan yang dianggap valid. Dalam penalaran ilmiah, proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dapat dikenal dengan dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Metode penalaran deduktif ini dapat diartikan sebagai suatu metode berpikir ilmiah yang menerapkan hal-hal yang bersifat umum (premis mayor) terlebih dahulu selanjutnya dihubungkan dalam hal-hal yang bersifat khusus (premis minor). Sedangkan metode penalaran induktif merupakan cara yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum.
  

DAFTAR PUSTAKA

Arman, Afdhal. 2016. Penalaran Ilmiah, Berfikir Deduktif, Berfikir Induktif. https://afdhalarman.wordpress.com/2016/01/08/penalaran-ilmiah-berfikir-deduktifberfikir-induktif/. 28 Januari 2019.

Mustofa, Imron. 2016. Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam. Vol: 6, Hal 123-142.

Nasrudin, Harun, dkk. 2012. Sains Dasar. Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS.
Robert. 2016. Penalaran Deduktif dan Induktif. http://www.catatanrobert.com/penalaran-deduktif-dan-induktif/. 28 Januari 2019.

 




 


0 comments:

Post a Comment