Proses Berpikir Manusia Menggunakan Logika Melalui
Metode Penalaran Deduktif dan Induktif
Lailatul
Mukarromah, Amanda Prasetyawati, Samik S. Si.,M.Si
Abstrak
Manusia
diciptakan sang pencipta memiliki kelebihan serta kekurangannya. Allah
menganugerahkan kita akal untuk berpikir serta mendorong pada lahirnya budi
pekerti luhur yang baik atau akhlaqul karimah yang baik dan menghalangi
seseorang untuk melakukan hal yang buruk. Akal berasal dari bahasa Arab dari
kata ‘aql’ yang secara bahasa berarti
pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Arti lain dari akal yakni daya pikir
atau kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu. Dengan kita mempunyai akal,
kita dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan
sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai
watak
dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap
rasa ketidakpastian yang esensial di
hidup ini. Manusia memiliki akal yang berfungsi untuk mendorong kepada arah
kebaikan dan mengingatkan seseorang agar tidak melakukan kejahatan. Di dalam
kehidupan, manusia berpikir menggunakan akal dan kelogikaan. Logika dapat
diartikan sebagai proses berpikir yang dapat menghasilkan pengetahuan baru,
pada hakikatnya pengetahuan itu dapat dihasilkan dari penalaran yang mempunyai
hukum dasar kebenaran melalui proses berpikir yang harus dilakukan dengan cara
serta prosedur tertentu. Logika memiliki peran yang sangat penting dalam
pengembangan pengetahuan serta pengkajian-pengkajian pengetahuan tertentu. Dari cara berpikir tersebut
akan menghasilkan suatu kesimpulan yang dianggap valid. Dalam penalaran ilmiah,
proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dapat dikenal dengan dua jenis cara
penarikan kesimpulan yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Isi
Di
dalam kehidupan saat ini, manusia berpikir menggunakan akal serta logika. Semua
penalaran yang menggunakan akal pikiran sudah tentu bertumpu pada logika. Oleh
karenanya, dapat diperoleh hubungan antar pernyataan. Akan tetapi tidak semua
pernyataan mengandung unsur kelogikaan. Hanya yang benar dan yang salahlah yang
dapat dihubungkan dengan logika. Sehingga dalam keilmuan, telaah seputar logika
memiliki peranan yang signifikansi terhadap perkembangannya. Terutama jika
kondisi masyarakat pada saat ini yang umumnya cenderung lebih praktis,
tampaknya telah menuntun para pelajar untuk melupakan aspek terpenting yakni dalam
hal berpikir keilmuan. Padahal sebuah konsep dianggap ilmiah jika mampu
membuktikan validitas argumennya, tentunya yang terdapat dalam sistematika yang
logis baik ditangkap oleh panca indra ataupun yang lainnya. Karena pada
hakekatnya setiap kebenaran ilmiah selalu diperkuat dengan adanya bukti-bukti
yang empiris. Sehingga
dalam proses berfikir ilmiah perlu adanya pemahaman khusus serta di topang
dengan logika. Logika
sendiri menurut Aristoteles tidak lepas dari istilah silogistik. Silogistik merupakan sebuah
penjelasan yang di
dalam suatu prosesnya
mengandung unsur “abstraksi/premis mayor” dan “difinisi/premis minor” keduanya
diperlukan untuk membangun sebuah konsep yang benar sebelum melangkah menjadi
proposisi, proposisi inilah yang akhirnya akan bermuara pada kesimpulan
(Mustofa Imron, 2016).
Manusia
fitrahnya mempunyai kemampuan untuk bernalar. Bernalar dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang dalam berpikir secara logis dan analistis, serta dapat
diakhiri dengan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dalam hal berpikir ilmiah ini
dapat dilakukan dengan dua cara yakni melalui metode penalaran deduktif dan
penalaran induktif.
A. Penalaran
Deduktif (Rasionalisme)
Seiring dengan berkembangnya waktu, alam pikiran manusia
terus mengalami perkembangan. Oleh karena itu timbul usaha manusia untuk
mencoba mencari tahu serta menafsirkan gejala-gejala alam menggunakan akal
pikiran secara rasional. Metode penalaran deduktif ini dapat diartikan sebagai
suatu metode berpikir ilmiah yang menerapkan hal-hal yang bersifat umum (premis
mayor) terlebih dahulu selanjutnya dihubungkan dalam hal-hal yang bersifat
khusus (premis minor). Hal ini dilakukan sebagai upaya penyusunan fakta yang
telah diketahui sebelumnya guna mencapai suatu kesimpulan yang logis.
Metode ini merupakan perkembangan pola berpikir dalam
memperoleh kebenaran berdasarkan logika yang dikemukakan oleh Aristoteles
(348-322 SM) (TIM FMIPA UNESA, 2012). Dalam penalaran deduktif ini dapat
dikategorikan lagi menjadi dua yakni silogisme dan entimen. Silogisme merupakan
suatu proses penarikan kesimpulan pada penalaran deduktif. Silogisme dapat
dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang terdiri atas beberapa unsur yaitu
premis mayor, premis minor serta penarikan kesimpulan. Dengan kata lain bahwa
silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1
penarikan kesimpulan. Alur berpikir deduktif dapat digambarkan sebagai berikut
:
Gambar 1.2
Alur Berpikir Deduktif
Contoh dari metode ini sebagai berikut:
Contoh 1
Premis
Mayor : Semua makhluk hidup
pasti akan mengalami kematian
(umum)
Premis
Minor : Manusia adalah
makhluk hidup (khusus)
Simpulan
: Maka manusia suatu
saat akan mengalami kematian
Contoh 2
Premis Mayor :
Semua siswa SMA Taruna Bangsa kelas XII wajib mengikuti
pelajaran
Geografi
Premis
Minor : Ahmad adalah siswa
kelas XII SMA Taruna Bangsa
Simpulan
: Ahmad wajib mengikuti
jam pelajaran Geografi
Simpulan
yang diambil hanya benar bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara
menarik simpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal itu salah maka
simpulan yang diambil juga salah atau tidak benar (TIM FMIPA UNESA,2012). Maka
jelaslah penalaran deduktif harus dimulai dengan pertanyaan yang sudah pasti
kebenarannya.
Entimen merupakan penalaran deduksi secara langsung. Dan
dapat dikatakan pula silogisme, premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan
karena sama-sama sudah diketahui.
A. Penalaran
Induktif (Empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif
ternyata mempunyai kelemahan, maka muncul pandangan lain berdasarkan
pengalamannya yang konkrit. Menurut paham empirisme, gejala alam bersifat
konkrit dan dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Dengan kita mempunyai
panca indera, manusia berhasil mengumpulkan sangat banyak pengetahuan.
Kumpulan-kumpulan pengetahuan ini belum dapat disebut ilmu pengetahuan yang
disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatknya (hubungan
kausalitas). Maka dari itu diperlukan penalaran yang dimulai dari yang
sederhana menuju yang lebih kompleks.
Penalaran Induktif merupakan metode atau cara yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan
kesimpulan yang bersifat umum. Dalam metode penalaran induktif ini, simpulan
dapat ditarik dari sekumpulan fakta peristiwa atau pernyataan yang bersifat
umum. Contoh dari penalaran metode ini adalah pada pengamatan atas logam besi,
tembaga, serta alumunium, jika dipanaskan ternyata logam tersebut akan
bertambah panjang, dapat disimpulkan bahwa semua logam jika dipanaskan akan
bertambah panjang. Akan tetapi, kumpulan fakta-fakta berdasarkan penalaran
induktif belum tentu bersifat konsisten bahkan mungkin bersifat kontradiktif
(TIM FMIPA UNESA,2012). Alur berpikir induktif dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1.3 Alur Berpikir Induktif
Tabel 1.1 Perbedaan Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif:
Kesimpulan
Manusia
diciptakan sang pencipta memiliki kelebihan serta kekurangannya. Allah
menganugerahkan kita akal untuk berpikir serta mendorong pada lahirnya budi
pekerti luhur yang baik atau akhlaqul karimah yang baik dan menghalangi
seseorang untuk melakukan hal yang buruk. Di dalam kehidupan, manusia berpikir
menggunakan akal dan kelogikaan. Logika dapat diartikan sebagai proses berpikir
yang dapat menghasilkan pengetahuan baru, pada hakikatnya pengetahuan itu dapat
dihasilkan dari penalaran yang mempunyai hukum dasar kebenaran melalui proses
berpikir yang harus dilakukan dengan cara serta prosedur tertentu. Logika
memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan serta pengkajian-pengkajian
pengetahuan tertentu. Dari
cara berpikir tersebut akan menghasilkan suatu kesimpulan yang dianggap valid.
Dalam penalaran ilmiah, proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dapat dikenal
dengan dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu penalaran deduktif dan
penalaran induktif. Metode penalaran deduktif ini dapat diartikan sebagai suatu
metode berpikir ilmiah yang menerapkan hal-hal yang bersifat umum (premis
mayor) terlebih dahulu selanjutnya dihubungkan dalam hal-hal yang bersifat
khusus (premis minor). Sedangkan metode penalaran induktif merupakan cara yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus
untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum.
DAFTAR
PUSTAKA
Arman, Afdhal. 2016. Penalaran Ilmiah, Berfikir Deduktif, Berfikir Induktif. https://afdhalarman.wordpress.com/2016/01/08/penalaran-ilmiah-berfikir-deduktifberfikir-induktif/. 28 Januari 2019.
Mustofa, Imron. 2016. Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan
Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam. Vol: 6, Hal 123-142.
Nasrudin,
Harun, dkk. 2012. Sains Dasar.
Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS.
Robert.
2016. Penalaran Deduktif
dan Induktif. http://www.catatanrobert.com/penalaran-deduktif-dan-induktif/.
28 Januari 2019.
0 comments:
Post a Comment