Pages

Tuesday, March 12, 2019

PENDIDIKAN ANTI PERNIKAHAN DINI DI SEKOLAH DALAM UPAYA MENEKAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK


PENDIDIKAN ANTI PERNIKAHAN DINI DI SEKOLAH DALAM UPAYA MENEKAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK
Ririn Hidayati, Nurfadila Raudotun Nisa, Samik, S.Si., M.Si.

Abstrak
            Indonesia merupakan Negara yang memiliki jumlah penduduk keempat terpadat didunia setelah Amerika Serikat, sehingga tidak salah jika Indonesia memiliki permasalahan-permasalahan yang kompleks mengenai kependudukan. Salah satu masalah kependudukan yang ada di Indonesia antara lain masih banyaknya generasi muda yang memilih untuk menikah muda dikarenakan ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Hal ini akan menjadi salah satu permasalahan kependudukan bagi Indonesia, dimana tingginya jumlah remaja yang menikah menikah muda akan mengakibatkan tingginya angka kelahiran. Dalam hal ini diperlukan adanya penanganan yang intensif dengan melibatkan peran pemerintah dan masyarakat untuk mencegah terjadinya pernikahan dini, yang akan berdampak pada laju pertumbuhan penduduk. Dengan melalui sosialisasi kepada remaja yang diaplikasikan pada kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah diharapkan mampu memberikan pengetahuan bagi generasi muda untuk sadar bahwa menikah muda akan membawa dampak negatif baik bagi kesehatan dan masalah kependudukan serta akan berdampak bagi masa depan.




Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa dengan menempati urutan keempat dari jumlah penduduk terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Di lansir dari Wikipedia,  Data ini berasal dari CIA Word Factbook 2004, meskipun data ini tidak selalu mutakhir tetapi setidaknya cukup akurat. Dari hasil tersebut tentunya pemerintah harus mencari strategi untuk dapat menekan laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan lonjakan jumlah penduduk yakni terjadi karena tingginya angka kelahiran yang disebabkan tingginya angka pernikahan dini yang terjadi di Indonesia.
Pernikahan dini (early mariage) merupakan suatu pernikahan yang dilakukan baik secara formal maupun informal dibawah usia 18 tahun (UNICEF 2014). Menikah dini berbeda dengan menikah dibawah umur. Menikah dini lebih kepada menikah yang berlangsung pada saat usia seorang pria atau seorang wanita kurang dari umur 21 tahun. Sedangkan, menikah dibawah umur adalah pernikahan yang berlangsung dibawah umur 16 tahun. Kebanyakan masyarakat khususnya di pedesaan menganggap bahwa seorang anak yang telah menyelesaikan pendidikannya di bangku Sekolah Menegah Atas (SMA) sudah mampu dan pantas untuk menikah, padahal diusia remaja adalah masa-masa dimana seorang anak harus mengembangkan dirinya baik melalui pendidikan untuk masa depan yang lebih baik. Menurut Havigusrt (dalam Afifah Vika Khoirotul, 2015:784) menjelaskan bahwa :
“Salah satu tugas remaja adalah mendapatkan informasi perkawinan, mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup rumah tangga, mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan keluarga dan memiliki anak. Bagi wanita hal ini harus dilengkapidengan pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengurus rumah tangga dan mendidik anak.
Didalam melangsungkan sebuah perkawinan terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu sebagai mana yang telah tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 6- pasal 12, dimana diantara pasal tersebut mengatur batasan usia minimal seorang pria dan seorang wanita dianggap cukup umur untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Dalam pasal 6 ayat 2 dijelaskan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang pria dan seorang wanita yang dianggap telah mencapai umur untuk melangsungkan pernikahan minimal 21 tahun, karena pasangan yang menikah dibawah usia 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua yang harus dilampirkan sebagai pemenuhan syarat untuk melangsungkan sebuah pernikahan.
Fenomena pernikahan dini masih banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia yakni di pedesaan. Hal ini disebabkan masih kurangnya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat pedesaan. Pernikahan dini banyak terjadi pada anak anak perempuan yang masih menginjak usia remaja yang seharusnya mereka memperoleh pendidikan dibangku sekolah tetapi faktor ekonomi keluarga serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya pendidikan mereka harus meengorbankan masa depannya dengan memutuskan untuk menikah. Dalam hal ini pemerintahlah yang berperan penting untuk mencegah tingginya penrikahan dini di daerah pedesaan. Dengan melalui pendidikan anti pernikahan dini yang ditujukan kepada anak-anak remaja baik dibangku Sekolah Menengah Pertama  (SMA) maupun di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Pendidikan anti pernikahan dini dapat dilakukan dengan cara mensosialisasikan kesekolah sekolah tentang bagaimana membangkitkan semangat berprestasi guna masa depan yang cerah dan menjauhkan diri dari pergaulan-pergaulan buruk yang akan menjerumuskan remaja pada pernikahan dini.
Meskipun pemerintah telah menetapkan program Keluarga Berencana (KB) nasional guna menekan jumlah laju pertumbuhan penduduk di Indonesia dengan upaya yang dilakukan yakni mengajak pasangan yang menikah muda untuk menggunakan alat kontrasepsi guna menekan angka kelahiran keturunan mereka, tetapi program ini hanya ditujukan kepada masyarakat yang telah menikah. Sedangkan upaya pemerintah yang dilakukan untuk mencegah pertumbuhan penduduk yakni dalam hal mencegah pernikahan dini dirasa kurang. Sebab dalam program Keluarga Berencana hanya berorientasi pada jumllah angka kelahiran yang terjadi pada pasangan yang telah menikah.
Selain pendidikan anti pernikahan dini harus diberikan kepada anak-anak remaja, pendidikan anti pernikahan dini juga harus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat yang telah menikah yakni para orang tua. Karena dalam hal ini, orang tua harus diberikan penjelasan tentang bagaimana bahayanya jika seorang anak yang dinikahkan secara dini tetapi kondisi baik fisik maupun psikis anak belum siap dan menerima, hal ini akan membawa dampak buruk bagi kesehatan anak. Tidak hanya itu, orang tua harus menyadari bahwa pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, sebab dengan memberikan pendidikan tinggi bagi anak, maka masa depan anak akan menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan faktor ekonomi keluarga.
Kesimpulan
Pendidikan anti pernikahan dini harus menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah guna meminimalisir tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia karena pemerintah sangat berperan penting dalam mencegah ledakan jumlah penduduk. Apabila kepadatan jumlah penduduk semakin tinggi, maka akan menyebabkan berbagai permasalahan yang harus dihadapi bangsa Indonesia, sehingga selain program Keluarga Berencana (KB) yang harus diberikan kepada masyarakat, pendidikan anti pernikahan dini juga harus diberikan karena untuk dapat mencegah angka pernikahan dini yang terjadi di Indonesia sebab pernikahan diri merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat laju pertumbuhan penduduk.  Dengan melalui sosialisasi kepada remaja dan orang tua tentang pentingnya pendidikan bagi kehidupan di masa depan akan dapat meminimalisir terjadinya pernikahan dini pada anak. Sehingga laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan dengan baik.


Daftar Pustaka
UNESA- TIM FMIPA. 2012. Sains Dasar.Jilid Dua. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Sakdiyah Halimatus, dan Kustiawati Ningsih. 2013. Mencegah pernikahan Dini untuk Membentuk Generasi berkualitas. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. Vol. 26 : hal 35-54.
Suhadi, Baidhowi, dan Cahya Wulandari. 2018. Pencegahan Meningkatnya Angka Pernikahan Dini dengan Inisiasi Pembentukan Kadarkum di Dusun CemanggalDesa Munding Kecamatan Bergas. Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia. Vol. 1 : hal 31-40.
Rumekti Martyan Mita dan V. Indah Sri Pinasti. Peran Pemerintah Daerah (Desa) dalam Menangani Maraknya Fenomena Pernikahan Dini di Desa Plosokerep Kabupaten Indramayu. Jurnal Sosiologi 2016. Hal 1-16.
 


0 comments:

Post a Comment