Pages

Wednesday, March 13, 2019

“PENGHIJAUN’ SEBAGAI UPAYA MENGURANG LAJU PEMANASAN SUHU

“PENGHIJAUN’ SEBAGAI UPAYA MENGURANG LAJU PEMANASAN SUHU Yuniar Nur Annisa Efayanti, Serly Dwi Marlisa, Samik UDARA PADA PERKOTAN Abstrak Aktivitas perkotaan yang tidak terkontrol merupakan salah satu unsur penyebab pemanasan global, yang mempengaruhi peningkatan suhu udara dan air di kota dan sekitarnya. Meningkatnya total luas bahan perkerasan dan penggunaan logam atau bahan lain yang memantulkan radiasi matahari pada selubung bangunan, merupakan konsekuensi dari konsumsi teknologi konstruksi baru-baru ini. Justru untuk mendorong percepatan fenomena Urban Heat Island. Selain itu, kegiatan transportasi, industri dan rumah tangga di kota juga menghasilkan berbagai jenis gas buangan yang menyebabkan efek rumah kaca. Penggunaan elemen vegetasi adalah komponen yang tidak mahal yang dapat menghambat laju kenaikan suhu di daerah perkotaan. Penentuan jumlah koefisien dasar hijau (KDH), persentase minimum Hutan Kota dan Ruang Terbuka Hijau (RTH), merupakan alasan strategis untuk menghadapi efek pemanasan global, terutama untuk daerah tropis dan lembab. Makalah ini secara khusus mengangkat peran penghijauan perkotaan untuk memperkuat sistem pembangunan berkelanjutan dalam menghadapi pemanasan global. Kata Kunci : perubahan iklim, kota tropis lembab, reboisasi, pulau panas perkotaan PEMBAHASAN Menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim direspon oleh Indonesia diantaranya melalui Undang Undang no 17 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate Change yang juga merupakan kelanjutan dari UU no 6 Tahun 1994, suatu pembuktian keseriusan dan ketaatan Pemerintah Indonesia dalam menunjang pembangunan berkelanjutan pada skala global. Bentuk kepulauan yang memiliki garis pantai yang sangat panjang, didaerah tropis, menyebabkan kerentanan dalam menghadapi perubahan iklim akibat terjadinya pemanasan global. Berbagai peraturan yang diturunkan dan dikembangkan di Indonesia, sudah mengarah kepada pentingnya menghadapi persoalan tersebut, diantaranya adalah UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang turut mengatur besarnya prosentasi Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan. Definisi umum menjelaskan bahwa permanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata diatmosfer, laut dan daratan di bumi. Penyebab dari peningkatan yang cukup drastis ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi (yang diolah menjadi bensin, minyak tanah, avtur, pelumnas oli) dan gas alam sejenis yang tidak dapat diperbaharui. Pembakaran dari bahan bakar fosil ini melepaskan karbondioksida dan gas gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer bumi. Ketika atmosfir semakin banyak mengandung gas-gas rumah kaca ini, maka atmosfir menjadi insulator yang menahan lebih banyak radiasi panas matahari yang dipancarkan ke bumi. Selama kurun waktu dari tahun 1861 sampai 2005 telah terjadi kenaikan suhu global rata-rata 0,6-0,7 derajat celcius, menurut temuan IPCC (Intergovernmental Panel and Climate Change). Hal ini banyak diakibatkan oleh zat-zat biotik maupun abiotik yang telah banyak digunakan. selain itu, dikarenakan semakin banyaknya elemen pemantul panas matahari serta adanya panas dari hasil produksi kehidupan seperti asap dapur, kendaraan bermotor dan lain- lain, yang diantaranya memproduksi gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida, karbonmonoksida dan metana. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan berkurangnya jumlah vegetasi yang berfungsi sebagai penahan radiasi matahari sekaligus menyerap karbondioksida. Tingginya suhu udara di pusat kota yang berbeda jauh dibandingkan dengan suhu udara di pinggiran kota. Seperti pada Gambar 1 tersebut. Banyaknya karbondioksida yang terdapat diudara menyebabkan panas tidak bisa langsung diserap oleh atmosfer. Emisi inframerah menyebabkan gelombang panas yang dipancarkan oleh kawasan dampak permukaan konstruksi (bangunan, jalan) tertahan di udara. Akibatnya udara menjadi semakin panas. Pemanasan perkotaan ini memberi konstribusi terhadap terjadinya pemanasan global. Pemanasan global harus segera mungkin diatasi, mengingat bahan bakar biotik yang mulai habis dan juuga tumbuhantumbuhan yang mulai berkurang. Maka perlu dilakukannya sebuah langkah yang dapat mengurangi karbon dioksida dan mencegah terjadinya kenaikan suhu pada udara. Diantaranya adalah pertimbangan harga lahan di pusat kota yang lumayan tinggi sehingga memberi pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat signifikan. Sebaliknya apabila lahan tersebut hanya dimanfaatkan untuk hutan kota maka hilanglah peluang PAD tersebut. Apalagi akhir-akhir ini dalam euforia otonomi daerah, bahwa setiap kota otonom sudah harus mampu mencapai PAD untuk membiayai kota tersebut secara mandiri. Hal itu terjadi justru kota tersebut bernafsu sekali mencari peningkatan PAD dengan cara diantaranya menjual lahan-lahan di pusat kota kepada para investor, tanpa sekalipun mempertimbangkan pemanfaatannya untuk hutan kota. Padahal hutan kota sangat bermanfaat untuk menjadikan kota semakin sehat, nyaman, asri serta mendukung fungsi- fungsi ekologis. Bukankah pendudukan kota menginginkan kehidupan kota yang sehat, tidak polusi, adem dan asri? Hutan kota lah salah satu jawabannya. Gambar 1. Pola temperatur udara disuatu kota yang terjadi peningkatan suhu udara Menurut Nazaruddin (1994), Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Jadi hutan kota bukanlah sekedar taman kota, juga bukan sekedar jalur hijau, bukan sekedar penghijauan kota dan tentu saja bukan hutan pinggiran kota. Hutan kota adalah tetap hutan di tengah kota. Tetapi fungsi utama hutan kota berbeda dengan hutan pada umumnya. Hutan kota memiliki fungsi utama untuk menanggulangi permasalahan lingkungan fisik di kota, khususnya lingkungan iklim mikro sampai meso, kualitas udara serta lingkungan hidrogeologi. Kalaupun hutan tersebut dirawat dengan baik sehingga nampak bersih, asri dan nampak seperti taman kota serta dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi, riset, dll, maka hal ini merupakan bentuk nilai tambah dan fungsi tambahan dari adanya hutan kota. Contoh hutan kota di Indonesia misalnya Kebun Raya Bogor yang terletak hampir di tengah kota Bogor, Kebun Binatang Surabaya, dll. Sementara itu, penulis berpendapat bahwa hutan lindung di Gunung Tumpa di Manado tidak dapat dikatakan sebagai hutan kota, karena letaknya masih cenderung tidak di pusat kota. Referensi Dadang Rusbiantoro, 2008, Global Warming For Beginner – Pengantar Komprehensif Tentang Pemanasan Global, O 2 , Yogyakarta Nazaruddin, 1994, Penghijauan Kota, Penebar Swadaya, Jakarta Sangkertadi, 1998, Memprediksi Suhu Udara Ruang Luar Karena Pengaruh Bahan Perkerasan, Makalah Seminar Peningkatan Kebutuhan dan Kualitas Ruang Luar di Wilayah Perkotaan, Surabaya, 31 Oktober 1998. Tim FMIPA-UNESA, 2012. Sains Dasar. penyunting Thandrakirana. Ibrahim M. Suyono. Surabaya Zoer’aini Djamal Irwan, 2005, Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota, Bumi Aksara, Jakarta.

0 comments:

Post a Comment