Pembelajaran
Bioeteknologi Dan Bioetika Sebagai Awal Perkembangan Biologi Modern
Kiki
Dwi Asitasari, Rera Puspa Algatha, Samik S.Si M.Si
ABSTRAK
Perkembangan biologi modern telah menghasilkan keuntungan yang luar biasa bagi
kesejahteraan hidup manusia, namun di sisi lain juga menimbulkan
dampak negatif. Oleh
karena itu,
diperlukan bioetika
untuk
mengawal perkembangan biologi modern agar memiliki komitmen terhadap
kemaslahatan alam. Metode yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan
kemampuan pengambilan keputusan model ABCDE. Selain untuk mengawal perkembangan
biologi
modern, bioetika juga penting untuk membelajarkan
etika lingkungan yang bersumber pada
etika biosentrisme dan etika ekosentrisme, sebab etika antroposentrisme cenderung
mengantarkan perilaku manusia menjadi eksploitatif terhadap alam. (Kata Kunci: Bioetika, Biologi Modern, Lingkungan)
Sejak akhir abad ke-20, biologi telah
mengalami perkembangan yang
pesat.
Fokus kajian biologi telah
mengalami perubahan yang
signifikan,
bukan hanya terbatas pada
tingkat organisme atau sel, melainkan lebih dalam lagi ke
tingkat molekuler,
sehingga
dikenal dengan
biologi molekuler. Perkembangan biologi modern yang pesat, sejak
lama telah diprediksi akan menimbulkan juga problem-problem etika.
Perkembangan IPTEK sebagai suatu prestasi, tidak jarang
juga
memunculkan masalah baru yakni masalah yang berkaitan dengan etika (Bertens, 1990).
Nor
(1999)
juga mengemukakan bahwa kloning, rekombinasi
DNA, transfer embrio (ET) dan fertilisasi in
vitro
(IVF) selain memungkinkan “mengontrol” proses kehidupan, juga membawa
pertanggungjawaban
baru
terhadap
masyarakat,
sehingga perlu kehati-hatian
dalam
mengaplikasikannya.
Kehati-hatian yang
dimaksud perlu diwujudkan antara lain
dalam bentuk kajian aspek etika pada saat
penerapan teknologi (Jenie,
1997; Santosa,
2000; Djati,2003). Sejalan dengan hal ini, Johansen & Harris
(2000) dan Hasan (2001)
juga mengemukakan bahwa hasil penelitian yang
tidak
mempertimbangkan
aspek moral,
etika,
sosial,dan budaya,
akan menimbulkan banyak
permasalahan di masyarakat. Demikian
pula Sudarminta (1992)
mengemukakan perlunya
suatu dialog antara etika dan ilmu pengetahuan
untuk
sarana pertimbangan
etik
yakni
apakah ilmu pengetahuan tersebut baik
bagi
manusia menurut totalitasnya sebagai manusia dan
tidak
hanya menurut kebutuhan
tertentu saja.
Oleh karena itu, aspek etika yang berkaitan dengan aplikasi biologi modern perlu mendapatkan perhatian yang serius. Perkembangan biologi modern yang pesat bukan berarti harus dihambat, namun yang benar
adalah ‘dikawal’ agar tetap
berjalan pada
koridor kemaslahatan umat
dan
alam
semesta. Hal
ini sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifah
di bumi, sebagaimana
dikemukakan dalam
Al-
Qur’an
Surat Yunus ayat 14:
“Kemudian kami jadikan kamu
sekalian
khalifah- khalifah
di muka bumi sesudah
mereka, supaya kami memperhatikan
bagaimana
kamu berbuat”.
Tugas khalifah adalah sebagai pengelola yang
berarti bertanggungjawab terhadap kemaslahatan. Dengan demikian ilmuwan biologi, tidak sepatutnya mengabaikan tanggung
jawab terhadap kemanusiaan dan alam semesta
ini.
Oleh karena
itu,
diperlukan
suatu rambu-rambu yang bernama bioetika untuk mengontrol
riset biologi modern Bioetika dan Keputusan
Etik
Bioetika dan Agama
Apakah
pembelajaran
bioetika masih
diperlukan, sedang di sisi lain mahasiswa atau
peserta didik
telah mendapat
kuliah agama? Terkait
pertanyaan
ini,
dapat dikemukakan bahwa
pembelajaran
bioetika tetap diperlukan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bioetika
(sebagai cabang etika) tidak akan dapat menggantikan agama, tidak
bertentangan dengan agama, bahkan diperlukan oleh agama (Suseno,1987). Dikemukakan pula
oleh
Suseno (1987),
bahwa ada masalah dalam bidang moral agama yang tidak dapat
dipecahkan tanpa penggunaan metode-metode
etika.
Masalah
tersebut adalah masalah interpretasi terhadap perintah
atau hukum yang termuat dalam wahyu, dan yang
kedua ialah bagaimana masalah-masalah moral yang
baru
seperti bayi tabung, aborsi, kloning,
bank sperma,
eutanasia,
dan sebagainya yang
tidak langsung dibahas dalam wahyu, dapat
dipecahkan sesuai dengan semangat agama tersebut. Bagaimana dengan agama Islam, apakah bioetika diperlukan? Oleh karena bioetika adalah cabang dari etika,
maka
pada
pembahasan
ini
banyak digunakan istilah etika. Sutiah
(2003)
mengemukakan
bahwa etika, moral, dan akhlaq mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Etika dan moral sebagai kajian tentang
baik dan buruk suatu perbuatan, ditentukan berdasarkan akal
pikiran dan kebiasaan
masyarakat, sedangkan akhlaq berdasarkan wahyu. Namun,
etika, moral dan
akhlaq tetap saling membutuhkan, sebab dalam pelaksanaannya,
norma akhlaq di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah masih bersifat tekstual. Dengan demikian, pembelajaran bioetika tidak ada masalah dengan agama Islam, bahkan dibutuhkan, sebab bioetika menekankan
pada
pengembangan berpikir untuk
menentukan sisi
baik
buruk atau dimensi etis dari biologi modern dan teknologi yang
terkait
dengan
kehidupan,
sedangkan Islam
sendiri sangat menekankan
pentingnya berpikir.
Teori Etika dalam Pengambilan Keputusan terhadap Dilema Bioetika
Perkembangan ilmu pengetahuan
antara
lain biologi, telah menimbulkan dilema-dilema serius
dan mendalam,
yang
menantang sistem
nilai kita maupun kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai tersebut
(Shannon,
1995). Di
dalam pengambilan pengambilan keputusan etik
yang
sering harus dilakukan dalam
kaitannya dengan bioetika, ada 2
teori dasar atau teori etika
atau metode yaitu
Konsekuensialisme,
dan Deontologi
(Shannon, 1995; Johansen & Harris,2000). Pada konsekuensialisme, baik
buruknya suatu perbuatan tidak ditetapkan atas dasar prinsip-prinsip,
tetapi dengan menyelidiki
konsekuensi perbuatan. Oleh karena memiliki nama
“konsekuen-sialisme”.
Metode
ini mencoba
untuk
meramalkan apa yang
akan terjadi, jika
kita berkelakuan dengan
berbagai cara yang
berbeda,
dan membandingkan hasilnya
satu
dengan yang lain. Apa yang bersifat moral atau
moralitas
suatu perbuatan ditentukan melalui
suatu proses
evaluatif. Dengan konsekuensialisme,
seseorang
tidak cukupmelakukan yang baik, melainkan mestinya
tahu perbuatan paling baik di antara semua perbuatan baik
yang
mungkin atau menyediakan kebaikan yang
terbesar untuk
sebanyak-banyaknya orang (Mackinnon dalam Johansen
& Harris, 2000).
Model ABCDE
Pada model ini, mahasiswa
dapat diminta
untuk memikirkan argumentasi
yang bertentangan,keuntungan dan kelebihan,serta perolehan keputusan terakhir
berdasarkan
pada kejujuran pribadi. Langkah-langkah dalam model ini adalah sebagai berikut:
A. Argumentasi.
Meminta dengan tegas kepada
mahasiswa untuk memberikan
argumentasi sederhana,
pendek/singkat
sebelum
mengkaji sisi lain dari argumentasinya.
B. Both Sides.
Meyakinkan bahwa suatu
argumentasi mempunyai dua atau lebih sisi
yang
dapat didekati
dari
perspektif
konsekuensi.
Mengingatkan
para mahasiswa untuk membuat
suatu
keputusan
dengan konsekuensi. Adalah penting untuk
mendorong mahasiswa
untuk melihat bahwa ada sisi lain.
C. Costs and
Benefits.
Menggunakan informasi yang
telah
mereka kembangkan terkait dengan
keuntungan dan
kerugian
masing-masing argumentasi.
D. Decision.
Penggunaan diskusi terbuka dan debat,
agar
mahasiswa dapat menjangkau
suatu
keputusan
atau kesimpulan. Tidak
berarti seluruh kelas perlu setuju. Bagaimanapun, ini adalah hal yang sangat berharga untuk
memperoleh keputusan akhir, sebab hal inipun
mencerminkan
proses di dalam
masyarakat yang lebih luas.
Kemungkinan keputusan
disetujui oleh
mayoritas pemilih
atau
oleh konsensus, atau tidak semua orang setuju, namun hal yang utama adalah proses pengambilan
keputusan telah diikuti dan mahasiswa menjadi bagian dari proses pengambilan
keputusan tersebut.
Kesimpulan
Bioetika (etika biologi) sangat diperlukan sebagai
pengawal riset biologi modern dan juga penyelamatan lingkungan.
Pembelajaran bioetika
tidak
dilakukan dengan mendoktrin suatu keputusan
apa yang harus diambil oleh peserta didik. Islam membelajarkan pengembangan
kemampuan berpikir kritis melalui analisis maslahat-mudlorot dalam pengambilan
keputusan
etik menghadapi munculnya dilema bioetika
sebagai akibat perkembangan biologi modern
dan tindakan terhadap lingkungan. Proses memperoleh keputusan dari suatu fenomena biologi modern perlu dibelajarkan kepada mahasiswa
dengan berlandaskan filosofi konstruktivistik (bahwa pengetahuan
harus
dikonstruksi oleh
mahasiswa dan bukan didoktrinkan), agar mahasiswa sebagai
ilmuwan biologi dapat mempertimbangkan tindakan-tindakan yang
akan dilakukan sebagaimana pengembangan pola
berpikir yang dikemukakan Rasulullah s.a.w.
Referensi
1. Anwar, Arman.
2010. PENERAPAN BIOTEKNOLOGI REKAYASA GENETIKA DIBIDANG MEDIS DITINJAU DARI
PERSPEKTIF FILSAFAT PANCASILA, HAM DAN HUKUM
KESEHATAN DI INDONESIA. Penerapan Bioteknologi Rekayasa Genetik. Vol.
17 No. 4
2. Maramis, F,
Willy. 2013. BIOETIKA DAN BIOTEKNOLOGI DALAM DUNIA MODERN. Jurnal Widya
Medika Surabaya. Vol.1 No.2
3. Fahri, M.
2001. bioeteknologi dan bioetika: cetak biru untuk masa depan umat manusia. Jurnal
ilmiah bestari. No 31 th XIV 2001
4. Nasrudin,
Harun dkk. 2012. Sains dasar. Unesa univercity press
5.
Minarno, Budi, Eko. 2012. Pembelajaran bioetka sebagai pengawal perkembangan
biologi modern dan penyelamatan lingkungan hidup. El Hayah. Vol. 3 No 1
Review
:
Tanggal
diberikan : 5 Maret 2019
Tanggal
dikembalikan : 12 Maret 2019
Saran : Penambahan gambar pada materi agar lebih
jelas dan detail, Penjelasan materi
model agar lebih jelas untuk dan penataan kutipan ahli diperbaiki agar tidak
ada penumpukan sehingga pembaca dapat memahami.
0 comments:
Post a Comment