Pages

Wednesday, March 13, 2019

Pembelajaran Bioeteknologi Dan Bioetika Sebagai Awal Perkembangan Biologi Modern


Pembelajaran Bioeteknologi Dan Bioetika Sebagai Awal Perkembangan Biologi Modern
Kiki Dwi Asitasari, Rera Puspa Algatha, Samik S.Si M.Si

ABSTRAK
Perkembangan biologi modern telah menghasilkan keuntungan yang luar biasa bagi kesejahteraan hidup manusia, namun di sisi lain juga menimbulkan dampak negatif. Oleh karena  itu,  diperlukan  bioetika  untuk  mengawal  perkembangan  biologi  modern  agar memiliki  komitmen  terhadap  kemaslahatan  alam. Metode yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan kemampuan pengambilan keputusan model ABCDE. Selain untuk mengawal perkembangan biologi modern, bioetika juga penting untuk membelajarkan etika lingkungan yang bersumber pada etika biosentrisme dan etika ekosentrisme, sebab etika antroposentrisme cenderung mengantarkan perilaku manusia menjadi eksploitatif terhadap alam. (Kata Kunci: Bioetika, Biologi Modern, Lingkungan)
Sejak akhir abad ke-20, biologi telah mengalami perkembangan yang pesat. Fokus kajian biologi telah mengalami perubahan yang signifikan, bukan hanya terbatas pada tingkat organisme atau sel, melainkan lebih dalam lagi ke tingkat molekuler, sehingga dikenal dengan biologi molekuler. Perkembangan biologi modern yang pesat, sejak lama telah diprediksi akan menimbulkan juga problem-problem etika.    Perkembangan IPTEK sebagai suatu prestasi, tidak jarang juga memunculkan masalah baru yakni masalah yang berkaitan dengan etika (Bertens, 1990). Nor (1999) juga mengemukakan bahwa kloning, rekombinasi DNA, transfer  embrio  (ET)  dan fertilisasi  in  vitro  (IVF)  selain  memungkinkan “mengontrol proses kehidupan, juga membawa pertanggungjawaban  baru  terhadap  masyarakat, sehingga perlu kehati-hatian dalam mengaplikasikannya. Kehati-hatian yang dimaksud perlu diwujudkan antara lain dalam bentuk kajian  aspek etika  pada  saat  penerapan teknologi  (Jenie,  1997;  Santosa,  2000;  Djati,2003). Sejalan dengan hal ini, Johansen & Harris (2000) dan Hasan (2001) juga mengemukakan bahwa hasil penelitian yang tidak mempertimbangkan aspek      moral, etika, sosial,dan budaya, akan menimbulkan banyak permasalahan di masyarakat. Demikian pula Sudarminta   (1992)   mengemukakan   perlunya suatu dialog antara etika dan ilmu pengetahuan untuk  sarana  pertimbangan  etik yakni  apakah ilmu pengetahuan tersebut baik bagi manusia menurut totalitasnya sebagai manusia dan tidak hanya menurut kebutuhan tertentu saja. Oleh karena itu, aspek etika yang berkaitan dengan aplikasi biologi modern perlu mendapatkan perhatian yang serius. Perkembangan biologi modern yang pesat bukan berarti harus dihambat, namun yang benar adalah dikawal agar tetap berjalan pada koridor kemaslahatan  umat  dan  alam  semesta.  Hal  ini sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifah di bumi, sebagaimana   dikemukakan dalam Al- Qur’an Surat Yunus ayat 14: Kemudian kami jadikan kamu sekalian khalifah- khalifah di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat”. Tugas khalifah adalah sebagai pengelola yang berarti      bertanggungjawab terhadap kemaslahatan. Dengan demikian ilmuwan biologi, tidak sepatutnya mengabaikan tanggung jawab terhadap kemanusiaan dan alam semesta ini.  Oleh karena itu, diperlukan suatu rambu-rambu yang bernama bioetika untuk mengontrol riset biologi modern Bioetika dan Keputusan Etik
Bioetika dan Agama
Apakah pembelajaran bioetika masih diperlukan,  sedang di sisi lain  mahasiswa atau peserta didik telah mendapat kuliah agama? Terkait pertanyaan ini, dapat dikemukakan bahwa  pembelajaran  bioetika  tetap  diperlukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bioetika (sebagai cabang etika) tidak akan dapat menggantikan agama, tidak bertentangan dengan agama, bahkan diperlukan oleh agama (Suseno,1987). Dikemukakan  pula  oleh  Suseno (1987), bahwa ada masalah dalam bidang moral agama yang tidak dapat dipecahkan tanpa penggunaan metode-metode etika. Masalah tersebut adalah masalah   interpretasi   terhadap   perintah   atau hukum yang termuat dalam wahyu, dan yang kedua ialah bagaimana masalah-masalah moral yang baru seperti bayi tabung, aborsi, kloning, bank  sperma,  eutanasia,  dan  sebagainya  yang tidak langsung dibahas dalam wahyu, dapat dipecahkan sesuai dengan semangat agama tersebut. Bagaimana dengan agama Islam, apakah bioetika diperlukan? Oleh karena bioetika adalah cabang  dari  etika,  maka  pada  pembahasan  ini banyak digunakan istilah etika. Sutiah (2003) mengemukakan bahwa etika, moral, dan akhlaq mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Etika dan moral sebagai kajian tentang baik dan buruk suatu perbuatan, ditentukan berdasarkan akal  pikiran  dan  kebiasaan  masyarakat, sedangkan akhlaq berdasarkan wahyu. Namun, etika,  moral  dan  akhlaq  tetap  saling membutuhkan, sebab dalam pelaksanaannya, norma akhlaq di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah masih bersifat tekstual. Dengan demikian, pembelajaran bioetika tidak ada masalah dengan agama Islam, bahkan dibutuhkan,  sebab  bioetika  menekankan  pada pengembangan berpikir untuk menentukan sisi baik buruk atau dimensi etis dari biologi modern dan  teknologi  yang  terkait  dengan  kehidupan, sedangkan Islam sendiri sangat menekankan pentingnya  berpikir.
Teori Etika dalam Pengambilan Keputusan terhadap Dilema Bioetika
Perkembangan ilmu pengetahuan antara lain biologi, telah menimbulkan dilema-dilema serius  dan  mendalam,  yang  menantang  sistem nilai kita maupun kebudayaan yang didasarkan atas  nilai-nilai  tersebut  (Shannon,  1995).  Di dalam pengambilan pengambilan keputusan etik yang sering harus dilakukan dalam kaitannya dengan bioetika, ada 2 teori dasar atau teori etika atau metode yaitu Konsekuensialisme, dan Deontologi  (Shannon, 1995; Johansen & Harris,2000). Pada konsekuensialisme, baik buruknya suatu   perbuatan tidak ditetapkan atas   dasar prinsip-prinsip, tetapi     dengan     menyelidiki konsekuensi perbuatan. Oleh karena memiliki nama “konsekuen-sialisme”. Metode ini mencoba untuk  meramalkan  apa  yang  akan  terjadi,  jika kita berkelakuan dengan berbagai cara yang berbeda, dan membandingkan hasilnya satu dengan yang lain. Apa yang bersifat moral atau moralitas  suatu  perbuatan  ditentukan  melalui suatu  proses  evaluatif.  Dengan konsekuensialisme, seseorang tidak     cukupmelakukan yang baik, melainkan mestinya tahu perbuatan paling baik di antara semua perbuatan baik yang mungkin atau menyediakan kebaikan yang terbesar untuk sebanyak-banyaknya orang (Mackinnon dalam Johansen & Harris, 2000).

Model ABCDE
Pada model ini, mahasiswa dapat diminta untuk memikirkan argumentasi yang bertentangan,keuntungan dan kelebihan,serta perolehan keputusan terakhir  berdasarkan  pada kejujuran pribadi. Langkah-langkah dalam model ini adalah sebagai berikut:
A.  Argumentasi.
Meminta dengan tegas kepada mahasiswa untuk memberikan argumentasi sederhana,  pendek/singkat  sebelum mengkaji sisi lain dari argumentasinya.
B. Both    Sides.    
Meyakinkan    bahwa    suatu argumentasi mempunyai dua atau lebih sisi yang dapat didekati dari perspektif konsekuensi. Mengingatkan para mahasiswa untuk membuat suatu keputusan dengan konsekuensi. Adalah penting untuk mendorong mahasiswa untuk melihat bahwa ada sisi lain.
C.  Costs and Benefits.
Menggunakan informasi yang telah mereka kembangkan terkait dengan  keuntungan  dan kerugian masing-masing argumentasi.
D.  Decision. 
Penggunaan diskusi terbuka dan debat, agar mahasiswa dapat menjangkau suatu keputusan atau kesimpulan. Tidak berarti seluruh kelas perlu setuju. Bagaimanapun, ini adalah hal yang sangat berharga untuk memperoleh  keputusan akhir, sebab hal   inipun mencerminkan proses di dalam masyarakat yang lebih luas. Kemungkinan keputusan disetujui oleh mayoritas pemilih atau oleh konsensus, atau tidak semua orang setuju, namun hal yang utama adalah proses pengambilan keputusan telah diikuti dan mahasiswa menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan tersebut.








 












Kesimpulan
Bioetika (etika biologi) sangat diperlukan sebagai pengawal riset biologi modern dan juga penyelamatan lingkungan. Pembelajaran bioetika tidak dilakukan dengan mendoktrin suatu keputusan apa yang harus diambil oleh peserta didik. Islam membelajarkan pengembangan kemampuan berpikir kritis melalui analisis maslahat-mudlorot dalam pengambilan keputusan etik menghadapi munculnya dilema bioetika sebagai akibat perkembangan biologi modern dan tindakan terhadap lingkungan. Proses memperoleh keputusan dari suatu fenomena biologi modern perlu  dibelajarkan kepada  mahasiswa  dengan berlandaskan filosofi konstruktivistik (bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh mahasiswa dan bukan didoktrinkan), agar mahasiswa sebagai ilmuwan biologi dapat mempertimbangkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebagaimana pengembangan pola berpikir yang dikemukakan Rasulullah s.a.w.























Referensi
1. Anwar, Arman. 2010. PENERAPAN BIOTEKNOLOGI REKAYASA GENETIKA DIBIDANG MEDIS DITINJAU DARI PERSPEKTIF FILSAFAT PANCASILA, HAM DAN HUKUM  KESEHATAN DI INDONESIA. Penerapan Bioteknologi Rekayasa Genetik. Vol. 17 No. 4
2. Maramis, F, Willy. 2013. BIOETIKA DAN BIOTEKNOLOGI DALAM DUNIA MODERN. Jurnal Widya Medika Surabaya. Vol.1 No.2
3. Fahri, M. 2001. bioeteknologi dan bioetika: cetak biru untuk masa depan umat manusia. Jurnal ilmiah bestari. No 31 th XIV 2001
4. Nasrudin, Harun dkk. 2012. Sains dasar. Unesa univercity press
5. Minarno, Budi, Eko. 2012. Pembelajaran bioetka sebagai pengawal perkembangan biologi modern dan penyelamatan lingkungan hidup. El Hayah. Vol. 3 No 1

Review :
Tanggal diberikan       : 5 Maret 2019
Tanggal dikembalikan : 12 Maret 2019
Saran                            : Penambahan gambar pada materi agar lebih jelas dan detail, Penjelasan         materi model agar lebih jelas untuk dan penataan kutipan ahli diperbaiki agar tidak ada penumpukan sehingga pembaca dapat memahami.

0 comments:

Post a Comment