Pages

Wednesday, March 13, 2019

INSEMINASI BUATAN PADA SAPI SEBAGAI WUJUD BERKEMBANGNYA BIOTEKNOLOGI DAN BIOETIKA


INSEMINASI BUATAN PADA SAPI SEBAGAI WUJUD BERKEMBANGNYA BIOTEKNOLOGI DAN BIOETIKA
Umi Khoiriyah, Irma Oktaviani, Samik

ABSTRAK
Bioteknologi bukanlah suatu hal yang baru sebab bioteknologi telah ada sejak berabad-abad yang lalu yang mana orang menemukan secara tidak sengaja bagaimana menggunakan proses biologi yang terjadi setiap saat pada sel-sel hidup. Mereka tidak mengerti bagaimana proses biologi tersebut dapat terjadi namun mereka dapat melihat hasilnya. Seiring dengan berjalannya waktu para ilmuwan telah mengerti apa saja proses biologi sehingga mereka dapat mengembangkan teknik-tenik baru yang memungkinkan untuk membuat berbagai produk yang berguna bagi kesejahteraan manusia. Pada dasarnya bioteknologi mencakup beberapa bidang yang sangat luas, salah satunya bioteknologi bidang peternakan yang berupa inseminasi buatan. Dengan adanya inseminasi buatan pada hewan ternak memudahkan bagi para peternak untuk mendapatkan bibit unggul dengan cara yang mudah dan murah. Namun dengan segala keunggulan yang ditawarkan oleh bioteknologi terdapat beberapa kekurangan yang harus disikapi dengan bijak berdasarkan moral, etika khususnya bioetika demi kebaikan dan komfortabilitas manusia.

ISI
Abad XXI sering disebut sebagai abad bioteknologi yang diharapkan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan manusia. Pengertian kesejahteraan manusia memiliki pengertian yang sangat luas yaitu dapat secara langsung maupun tidak langsung dan memiliki kaitan dengan manusia. Bioteknologi adalah teknik pengggunaan makhluk hidup atau bahan yang didapat dari  makhluk hidup untuk membuat suatu produk atau jasa yangbermanfaat bagi manusia (Harun,dkk, 2012). Sedangkan Bioetika (Bioethics): yaitu etika dalam manipulasi atau campur tangan manusia pada kehidupan, pada semua mahluk hidup, mulai dari kehidupan virus sampai dengan kehidupan manusia dan berusaha menjawab pertanyaan: apakah manipulasi ini membangun atau menghancurkan? (Willy, 2013).
Bioteknologi sederhana sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, sebagai contoh penemuan bir, keju maupun roti yang sudah dikenal sejak abad ke-19. Namun dalam inseminasi buatan mula-mula terjadi ada abad ke-14 di negara Arab pada saat terjadi perang (Bearden dan Fuquay, 1980). Pada saat itu kendaraan dalam perang adalah seekor kuda oleh sebab itu orang-orang Arab berharap memiliki kuda yang gagah dan lincah dalam berlari agar dapat mengejar musuhnya sehingga menang dalam perang. Namun pada kenyataannya tidak semua kuda memiiki kualitas yang sama. Oleh sebab itu pihak yang memiliki mutu kuda yang kurang mumpuni mencuri sperma kuda milik musuh yang memiliki kualitas baik dengan cara  memasukkan spons kedalam vagina betina yang baru saja dikawinkan dengan kuda yang memiliki kualitas kuat dan lincah. Kemudian spons tersebut diambil dan dimasukkan kedalam vagina betina milik pihak yang memiliki mutu kuda yang kurang mumpuni yang sedang berahi. Akhirnya kudanya bunting dan melahirkan seekor kuda yang memiliki kualitas kuat dan lincah layaknya kuda musuh.
Tiga abad kemudian atau lebih tepatya pada tahun 1677, Antoni Van Leeuwenhoek bersama temannya Johan Hamm berhasil melihat sel sperma atau semen dengan mikroskop. Kemudian Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780 berhasil berhasil melakukan kawin buatan pada anjing dan pada tahun 1803 ia meneliti tentang pengaruh pendinginan (salju) terhadap kehidupan sel sperma ternyata hasilnya positif, sel sperma (spermatozoa) lebih lama hidup. Pada tahun 1899 Elia I. Ivanov dari Rusia menyimpulkan bahwa inseminasi buatan lebih baik daripada perkawinan alami. Dari penelitiannya dengan menggunaka 39 dan 23 ekor sapi dan domba yang mana masing-masing dikawinkan secara buatan dan alami dengan hasil 79% dan 43% bunting ((Bearden dan Fuquay, 1980).
Dengan perkembangan Artificial Insemination (AI) atau Inseminasi Buatan (IB) dengan menggunakan sperma segar (Undiluted Semen) maupun sperma cair (Diluted Semen) membuat berkembangnya koperasi-koperasi Inseminasi Buatan seperti di Denmark yang berdiri sejak 1936. Inseminasi Buatan sudah lama berkembang di negara-negara mju seperti Amerika, Belanda, Perancis, Inggris dan Jepang. Namun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia baru diperkenalkan padatahun 1950.
Inseminasi Buatan didefinisikan sebagai suatu proses pemasukan sperma atau mani kedalam saluran organ kelamin betina pada saat berahi dengan menggunakan alat bantu buatan manusia dan dilakukan oleh manusia (Willy, 2013). Inseminasi Buatan pada ternak sapi lebih mudah apabila menggunakan teknik rektovaginal sebab dengan teknik ini Inseminasi Buatan dapat dilakukan dengan mudah serta menghasilkan fertilasi yang tinggi. Penerapan teknik rektovaginal pada sapi yaitu tangan dimasukkan kedalam rektum kemudian memegang bagian servik yang palig mudah diidentifikasi karena memiliki anotomi keras, kemudian insemination gun dimasukkan melalui vulva ke vagina hingga bagian servik (Trinil, 2013).


Inseminasi Buatan dimaksudkan untuk membantu para peternak dalam mendapatkan bibit unggul dengan cara yangmudah dan murah. Sehingga par peternak tidak harus memelihara ternak jantan sebagai pejantan melainkan dapat digunakan sebagai ternak pekerja. Adapun tujuan dari Inseminasi Buatan adalah untuk menghasilkan ternak dengan mutu genetik yang  berkualitas dengan produktivitas yang tinggi. Inseminasi Buatan sangat menguntungkan bagi peternak karena tanpa memelihara pejantan unggul peternak dapat memperoleh bibit sperma unggul melalui sperma beku yang unggul sehingga dapat menghasilkan keturunan sapi yang unggul. Namun apabila sapi betina dengan mutu standar dikawinkan dengan sapi jantan yang memiliki kualitas unggul melalui inseminasi buatan menyebabkan sapi betina kesulitan dalam proses beranak.
 Dalam memanfaatkan bioteknologi harus disesuaikan  dengan bioetika yang ada jangan sampai buah dari intelegensi membahayakan umat manusia. Tidak ada hasil teknologi yang netral semua tergantung pada siapa aktor dibalik pemanfaatan teknologi tersebut, baik buruknya suatu hasil teknologi tergantung pada aktor dibaliknya. Oleh sebab itu bioteknologi harus diberi arahan dan penilain yang sesuai dengan moral, etika khususnya bioetika demi kebaikan dan komfortabilitas manusia.

KESIMPULAN
Bioteknologi dalam bidang peternakan khususnya dalam inseminasi buatan pada sapi merupakan teknologi reproduksi dengan memasukkan sperma atau semen pejantan sapi  kedalam rahim sapi betina menggunakan alat khusus buatan manusia tanpa melalui proses perkawinan alami. Dengan demikian peternak sangat diuntungkan sebab mendapatkan bibit sapi unggul dengan proses yang  mudah dan murah.
Namun perlu diingat sebaik-baiknya hasil bioteknologi tidak ada yang bersifat netral baik buruknya suatu bioteknologi tergantung pada aktor pelakunya untuk itu dalam memanfaatkan bioteknologi perlu adanya arahan dan penilain yang sesuai dengan moral, etika khususnya bioetika demi kebaikan dan komfortabilitas manusia.


DAFTAR PUSTAKA
Nasrudin, Harun, dkk. 2012. Sains Dasar. Surabaya: UNESA University Press.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi Dan Kerbau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sulistiyowati, Trinil. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan Pada Hewan Ternak. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Maramis, F. Willy. 2013. Bioetika Dan Bioteknologi Dalam Dunia Modern. Jurnal Widya Medika Surabaya. Vol 1: Hal 141-150
Nur, I. Lana. 2010. Dampak Perkembangan Bioteknologi Dalam Inseminasi Buatan (Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata Di Indonesia). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.


0 comments:

Post a Comment