INSEMINASI
BUATAN PADA SAPI SEBAGAI WUJUD BERKEMBANGNYA BIOTEKNOLOGI DAN BIOETIKA
Umi
Khoiriyah, Irma Oktaviani, Samik
ABSTRAK
Bioteknologi
bukanlah suatu hal yang baru sebab bioteknologi telah ada sejak berabad-abad
yang lalu yang mana orang menemukan secara tidak sengaja bagaimana menggunakan
proses biologi yang terjadi setiap saat pada sel-sel hidup. Mereka tidak
mengerti bagaimana proses biologi tersebut dapat terjadi namun mereka dapat
melihat hasilnya. Seiring dengan berjalannya waktu para ilmuwan telah mengerti
apa saja proses biologi sehingga mereka dapat mengembangkan teknik-tenik baru
yang memungkinkan untuk membuat berbagai produk yang berguna bagi kesejahteraan
manusia. Pada dasarnya bioteknologi mencakup beberapa bidang yang sangat luas,
salah satunya bioteknologi bidang peternakan yang berupa inseminasi buatan.
Dengan adanya inseminasi buatan pada hewan ternak memudahkan bagi para peternak
untuk mendapatkan bibit unggul dengan cara yang mudah dan murah. Namun dengan
segala keunggulan yang ditawarkan oleh bioteknologi terdapat beberapa
kekurangan yang harus disikapi dengan bijak berdasarkan moral, etika khususnya
bioetika demi kebaikan dan komfortabilitas manusia.
ISI
Abad
XXI sering disebut sebagai abad bioteknologi yang diharapkan mampu menyelesaikan
berbagai masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan manusia. Pengertian
kesejahteraan manusia memiliki pengertian yang sangat luas yaitu dapat secara
langsung maupun tidak langsung dan memiliki kaitan dengan manusia. Bioteknologi
adalah teknik pengggunaan makhluk hidup atau bahan yang didapat dari makhluk hidup untuk membuat suatu produk atau
jasa yangbermanfaat bagi manusia (Harun,dkk, 2012). Sedangkan Bioetika
(Bioethics): yaitu etika dalam
manipulasi atau campur tangan manusia pada kehidupan, pada semua mahluk hidup,
mulai dari kehidupan virus sampai dengan kehidupan manusia dan berusaha
menjawab pertanyaan: apakah manipulasi ini membangun atau menghancurkan? (Willy, 2013).
Bioteknologi
sederhana sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, sebagai contoh penemuan bir,
keju maupun roti yang sudah dikenal sejak abad ke-19. Namun dalam inseminasi
buatan mula-mula terjadi ada abad ke-14 di negara Arab pada saat terjadi perang
(Bearden dan Fuquay, 1980). Pada saat itu kendaraan dalam perang adalah seekor
kuda oleh sebab itu orang-orang Arab berharap memiliki kuda yang gagah dan
lincah dalam berlari agar dapat mengejar musuhnya sehingga menang dalam perang.
Namun pada kenyataannya tidak semua kuda memiiki kualitas yang sama. Oleh sebab
itu pihak yang memiliki mutu kuda yang kurang mumpuni mencuri sperma kuda milik
musuh yang memiliki kualitas baik dengan cara
memasukkan spons kedalam vagina betina yang baru saja dikawinkan dengan
kuda yang memiliki kualitas kuat dan lincah. Kemudian spons tersebut diambil
dan dimasukkan kedalam vagina betina milik pihak yang memiliki mutu kuda yang
kurang mumpuni yang sedang berahi. Akhirnya kudanya bunting dan melahirkan
seekor kuda yang memiliki kualitas kuat dan lincah layaknya kuda musuh.
Tiga
abad kemudian atau lebih tepatya pada tahun 1677, Antoni Van Leeuwenhoek
bersama temannya Johan Hamm berhasil melihat sel sperma atau semen dengan
mikroskop. Kemudian Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780 berhasil berhasil
melakukan kawin buatan pada anjing dan pada tahun 1803 ia meneliti tentang
pengaruh pendinginan (salju) terhadap kehidupan sel sperma ternyata hasilnya
positif, sel sperma (spermatozoa) lebih lama hidup. Pada tahun 1899 Elia
I. Ivanov dari Rusia menyimpulkan bahwa inseminasi buatan lebih baik daripada
perkawinan alami. Dari penelitiannya dengan menggunaka 39 dan 23 ekor sapi dan
domba yang mana masing-masing dikawinkan secara buatan dan alami dengan hasil
79% dan 43% bunting ((Bearden dan Fuquay, 1980).
Dengan
perkembangan Artificial Insemination (AI) atau Inseminasi Buatan (IB)
dengan menggunakan sperma segar (Undiluted Semen) maupun sperma cair (Diluted
Semen) membuat berkembangnya koperasi-koperasi Inseminasi Buatan seperti di
Denmark yang berdiri sejak 1936. Inseminasi Buatan sudah lama berkembang di
negara-negara mju seperti Amerika, Belanda, Perancis, Inggris dan Jepang. Namun
di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia baru diperkenalkan padatahun
1950.
Inseminasi Buatan didefinisikan sebagai suatu proses
pemasukan sperma atau mani kedalam saluran organ kelamin betina pada saat
berahi dengan menggunakan alat bantu buatan manusia dan dilakukan oleh manusia
(Willy, 2013). Inseminasi Buatan pada ternak sapi lebih mudah apabila
menggunakan teknik rektovaginal sebab dengan teknik ini Inseminasi Buatan dapat
dilakukan dengan mudah serta menghasilkan fertilasi yang tinggi. Penerapan
teknik rektovaginal pada sapi yaitu tangan dimasukkan kedalam rektum kemudian
memegang bagian servik yang palig mudah diidentifikasi karena memiliki anotomi
keras, kemudian insemination gun dimasukkan melalui vulva ke vagina hingga bagian
servik (Trinil, 2013).
Inseminasi
Buatan dimaksudkan untuk membantu para peternak dalam mendapatkan bibit unggul
dengan cara yangmudah dan murah. Sehingga par peternak tidak harus memelihara
ternak jantan sebagai pejantan melainkan dapat digunakan sebagai ternak
pekerja. Adapun tujuan dari Inseminasi Buatan adalah untuk menghasilkan ternak
dengan mutu genetik yang berkualitas
dengan produktivitas yang tinggi. Inseminasi Buatan sangat menguntungkan bagi
peternak karena tanpa memelihara pejantan unggul peternak dapat memperoleh
bibit sperma unggul melalui sperma beku yang unggul sehingga dapat menghasilkan
keturunan sapi yang unggul. Namun apabila sapi betina dengan mutu standar
dikawinkan dengan sapi jantan yang memiliki kualitas unggul melalui inseminasi
buatan menyebabkan sapi betina kesulitan dalam proses beranak.
Dalam memanfaatkan bioteknologi harus
disesuaikan dengan bioetika yang ada
jangan sampai buah dari intelegensi membahayakan umat manusia. Tidak ada hasil
teknologi yang netral semua tergantung pada siapa aktor dibalik pemanfaatan
teknologi tersebut, baik buruknya suatu hasil teknologi tergantung pada aktor
dibaliknya. Oleh sebab itu bioteknologi harus diberi arahan dan penilain yang sesuai
dengan moral, etika khususnya bioetika demi kebaikan dan komfortabilitas
manusia.
KESIMPULAN
Bioteknologi
dalam bidang peternakan khususnya dalam inseminasi buatan pada sapi merupakan
teknologi reproduksi dengan memasukkan sperma atau semen pejantan sapi kedalam rahim sapi betina menggunakan alat
khusus buatan manusia tanpa melalui proses perkawinan alami. Dengan demikian
peternak sangat diuntungkan sebab mendapatkan bibit sapi unggul dengan proses
yang mudah dan murah.
Namun
perlu diingat sebaik-baiknya hasil bioteknologi tidak ada yang bersifat netral
baik buruknya suatu bioteknologi tergantung pada aktor pelakunya untuk itu
dalam memanfaatkan bioteknologi perlu adanya arahan dan penilain yang sesuai
dengan moral, etika khususnya bioetika demi kebaikan dan komfortabilitas
manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasrudin,
Harun, dkk. 2012. Sains Dasar. Surabaya: UNESA University Press.
Ismaya.
2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi Dan Kerbau. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sulistiyowati,
Trinil. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan Pada Hewan Ternak. Malang:
Universitas Brawijaya Press.
Maramis,
F. Willy. 2013. Bioetika Dan
Bioteknologi Dalam Dunia Modern. Jurnal Widya Medika Surabaya. Vol 1:
Hal 141-150
Nur,
I. Lana. 2010. Dampak Perkembangan Bioteknologi Dalam Inseminasi Buatan
(Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata Di Indonesia). Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
0 comments:
Post a Comment