Kerusakan
Komponen Ekosistem Akibat Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam Secara Berlebihan
Pasca Revolusi Industri Abad Ke 19
Dicky
Putra Pratama, Yuniar Nur Anisa Evayanti, Samik
Manusia
merupakan salah satu komponen dalam biosfer yang dominan, segala macam
aktivitasnya dapat mempengaruhi keadaan biosfer dan juga dapat dipengaruhi oleh
adanya perubahan dalam biosfer tersebut. Sejak mengenal peradaban, ribuan tahun
yang lalu, manusia selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Usaha
peningkatan kualitas hidup manusia sangat terasa sejak revolusi industry yang
melanda benua eropa pada pertengahan abad 19. Yang pada saat itu manusia
berlomba-lomba untuk menciptakan mesin-mesin baru untuk menghasilkan
produk-produk baru. Perlombaan tersebut terjadi di segala bidang, baik
pertanian, perkebunan, perindustrian, pertambangan, kesehatan dan ruang
angkasa. Perut bumi tak luput dari eksploitasi manusia untuk mendapatkan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Manusia memanfaatkan penemuan,
penemuan baru dibidang pengetahuan dan teknologi untuk mengeruk kekayaan alam
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatmya. Sehingga tanpa disadari hal itu
menjadikan manusia bersifat eksploitatif dan cenderung merusak lingkungan.
Sikap manusia yang cenderung merusak lingkungan, seperti membakar hutan,
eksploitasi SDA yang berlebihan, mengubah ekosistem alami menjadi ekosistem
buatan yang ini semua memberikan dampak yang negative pada ekosistem. Berikut
ini akan dijelaskan berbagai dampak negative terhadap ekosistem akibat eksploitasi
berlebihan manusia:
1.
Fragmantasi
Dan Degradasi Habitat
Meningkatnya
populasi penduduk dunia menyebabkan semakin banyak lahan yang dibutuhkan untuk
mendukung kesejahteraan manusia,seperti yang dibutuhkan untuk menunjang
kesejahteraan manusia seperti lahan pertanian, tempat tinggal, industry dan
hasil tambang. Fragmantasi dan degradasi habitat menyebabkan munculnya masalah
lain seperti kematian organisme karena hilangnya sumber makanan dan tempat
tinggal dan menurunnya keanekaragaman sumber makanan dan tempat tinggal dan
menurunnya spesies pada habitat tersebut.
2.
Tergantungnya
Aliran Energi Di Dalam Ekosistem
Ekosistem
alami yang dirusak dan diubah menjadi ekosistem buatan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan aliran energy dalam ekosistem tersebut. Contohnya, ketika
proses penebangan atau pembakaran hutan selesai maka kawasan hutan kemudian
ditanami satu jenis tumbuhan. Hal tersebut menyebabkan aliran energy yang
semula bersifat komleks menjadi aliran energy yang lebih sederhana.
3.
Resistensi
Beberapa Spesies Merugikan
Penggunaan
pestisida dan abiotik secara berlebihan untuk membunuh populasi organisme yang
merugikan (hama atau pathogen) dapat menyebabkan munculnya populasi organisme
yang kebal terhadap pestisida dan antibiotik tersebut. Hama yang tidak atau
kurang sensitif (kebal) terhadap pestisida jenis tertentu dapat bertahan dari
penggunaan pestisida tersebut. Demikian
juga adanya jika antibiotik digunakan secara berlebihan, yaitu dalam dosis yang
terlalu tinggi atau frekuensi yang terlalu sering. Populasi spesies patogen
yang dapat bertahan dari dosis
antibiotik tersebut akan berkembang biak menghasilkan populasi spesies patogen yang kebal.
4. Hilangnya Spesies Penting di Dalam
Ekosistem
Setiap
organisme memiliki peran penting di dalam suatu ekosistem. Contohnya, di dalam
ekosistem sawah, hilangnya keberadaan predator seperti burung, ular, dan
sabagainya dapat meningkatkan populasi organism lain, misalnya tikus makan padi
akan menurun dan hasil panen akan berkurang.
5.
Introduksi
Spesies Asing
Introduksi
atau masuknya spesies dari suatu ekosistem ke dalam ekosistem lainnya biasanya bertujuan untuk meningkatkan tingka
kesejahteraan manusia. Namun, introduksi spesies asing juga dapat merugikan,
karena terkadang didalam ekosistem yang baru, spesies tersebut tidak memiliki
predator alami. Serangga Neochetine eichhorniae yang merupakan predator tanaman eceng gondok dan dapat
mengendalikan populasi enceng gondok di
perairan tidak hidup di Indonesia.
6.
Berkurangnya
Sumber Daya Alam Terbaharui
Kayu,
tanduk, gading, dan sebagainya merupakan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui. Walaupun memiliki sifat dapat diperbaharui, penggunaan dan
eksploitasi secara berlebihan dapat menurunkan jumlah dan kualitas baik semakin
berkurang. Hal tersebut menyebabkan kualitas kayu dan tingkat regenerasi
semakin menurun
7.
Tergantungnya
Daur Materi di Dalam Ekosistem
Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat aktivitas manusia juga akan ikut
meningkat. Meningkatnya aktivitas manusia didunia berpengaruh terhadap
daur biogeokimia. Sebagai contoh, daur
karbon yang terganggu akibat semakin banyaknya
penggunaan bahan bakar.
Contoh
eksploitasi berlebihan terhadap ekosistem;
a) Penebangan
Pohon Secara Liar Dan Pembakaran Hutan
Dampak
penebangan hutan secara liar diantaranya adalah Hilangnya kesuburan tanah
mengakibatkan tanah menyerap sinar matahari terlalu banyak sehingga menjadi
sangat kering dan gersang. Hingga nutrisi dalam tanah mudah menguap. Selain
itu, hujan bias menyapu sisa-sisa nutrisis dari tanah. Oleh sebab itu, ketika tanah
sudah kehilangan banyak nutrisi, maka reboisasi menjadi hal yang sulit dan
budidaya di lahan tersebut menjadi tidak memungkinkan. Turunnya sumber daya air
juga menjadi bagian dari dampak penebangan hutan secara liar dikarenakan pohon
sangat berkontribusi dalam menjaga siklus air melalui akar pohon penyerapan air
yang kemudian dialirkan ke daun, kemudian menguap dan dilepaskan ke lapisan
atmosfer. Ketika pohon ditebang dan daerah tersebut menjadi gersang, maka taka
da lagi yang membantu tanah menyerap lebih banyak air, dengan demikian akhirnya
menyebabkan terjadinya penurunan sumber daya air. Kemudian Punahnya
keanekaragaman hayati, meskipun hutan tropis hanya seluas 6% dari permukaan
bumi tetapi sekitar 80-90% dari spesies ada di dalamnya. Akibat penebangan liar
yang dilakukan secara besar-besaran ada sekitar 100 spesies hewan menurun
setiap ari, keanekaragaman hayati dari berbagai daerah hilang dalam skala
besar. Dan dapat Mengakibatkan banjir dikarenakan hutan yang bergungsi sebagai
penyerap air tidak dapat menyerap dan menyimpan air dalam jumlah yang banyak
ketika hujan lebat terjadi.
b) Perburuan
Hewan Secara Terus Menerus
Berbicara
mengenai perburuan hewan ataupun satwa liar, seringkali mengenai kepunahan
ragam satwa yang rawan punah, yang sudah barang tentu itu benar dan fatal
dampaknya. Akan tetapi kita jarang mempelajari dampak dari sudut pandang yang
lain. Berikut beberapa fakta lain akibat perburuan hewan secara liar:
Penyakit
Zoonosis
Dengan
maraknya perburuan hewan liar, penyakit ini akan mempunyai persentase
perkembangan dan mewabah ke manusia yang semakin besar. Penyakit Zoonosis
adalah infeksi yang ditularkan di antara hewan vertebrata dan manusia ataupun
bisa sebaliknya. Penyakit Zoonosis ini belakangan menjadi perhatian di dunia
dengan dikenalnya penyakit flu burung dan virus H5N1 oleh penduduk seantero
dunia.
Penyempitan
Area Hutan
Efek
dari berkurangnya satwa secara langsung akan berdampak pada berkurangnya
kualitas ekosistem di hutan liar ataupun di hutan lindung. Ketika semakin
banyak manusia yang melakukan perburuan pada suatu hutan tertentu, akhirnya
membuat sebuah ruang atau area transportasi baru bahkan area terbuka baru untuk
bermukim sementara bagi para pemburu. Pada jangka waktu tertentu, luas lahan
tersebut akan terakumulasi cukup besar, di mana semakin lama perburuan liar itu
terjadi, maka akan semakin luas area manusia dalam mengeksplorasi hutan liar
atau hutan lindung itu sendiri secara terus-menerus. Di negara kita Indonesia,
hal ini telah terjadi di berbagai hutan liar maupun hutan lindung, yang bahkan
tidak pernah ditanggapi serius oleh pengelola hutan atau pemerintah, yang
akhirnya semakin lama hal tersebut terjadi, maka semakin rusak pula hutan-hutan
yang ada di negara kita ini.
Berkurangnya
Lapangan Kerja
Dampak
yang satu ini cukup unik tapi memang terjadi. Kita tau sekarang ini banyak
ditemui area wisata yang dibangun di area yang dulunya merupakan hutan liar
ataupun hutan lindung, di mana kita sering sebut pembebasan lahan baru.
Ternyata, meskipun secara kasat mata terlihat dengan adanya wahana wisata baru
ataupun wisata alam baru yang dibangun dan dikelola dengan lebih baik dan lebih
modern, akan memberikan peningkatan peluang kerja yang besar. Namun, kenyataan
tersebut secara perbandingan masih sangat jauh dengan lapangan pekerjaan yang
akhirnya banyak berkurang dari wisata-wisata baru tersebut. Meskipun tidak
secara langsung terjadi perburuan hewan, namun beberapa tindakan dalam
mengelola atau membangun wisata tersebut berhubungan dengan perburuan hewan dan
ekosistemnya.
c) Eksploitasi
Hasil Tambang Berlebihan
Kegiatan
penambangan yang terjadi di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan,
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dalam bentuk pencemaran air,
tanah, dan udara yang disebabkan oleh benda-benda asing sebagai akibat
perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi
seperti semula. Usaha pertambangan dalam waktu yang relatif singkat dapat
mengubah bentuk topografi dan keadaan muka tanah (land impact), sehingga dapat
mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya. Pencemaran akibat
debu dan asap yang mengotori udara dan air, limbah air, tailing (ampas buangan)
serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun.
Kesimpulan
Manusia
memanfaatkan penemuan, penemuan baru dibidang pengetahuan dan teknologi untuk
mengeruk kekayaan alam sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatmya. Sehingga tanpa
disadari hal itu menjadikan manusia bersifat eksploitatif dan cenderung merusak
lingkungan. Sikap manusia yang cenderung merusak lingkungan, seperti membakar
hutan, eksploitasi SDA yang berlebihan, mengubah ekosistem alami menjadi
ekosistem buatan yang ini semua memberikan dampak yang negative pada ekosistem.
Meningkatnya populasi penduduk dunia menyebabkan semakin banyak lahan yang
dibutuhkan untuk mendukung kesejahteraan manusia,seperti yang dibutuhkan untuk
menunjang kesejahteraan manusia seperti lahan pertanian, tempat tinggal,
industry dan hasil tambang. Fragmantasi dan degradasi habitat menyebabkan
munculnya masalah lain seperti kematian organisme karena hilangnya sumber
makanan dan tempat tinggal dan menurunnya keanekaragaman sumber makanan dan tempat
tinggal dan menurunnya spesies pada habitat tersebut.
Referensi
Anonimous.
1992. Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 1992: 20 tahun Setelah
Stockholm. (http://rudyct.com/PPS702-
ipb/08234/nuraini_soleiman.htm, diakses 2 Desember 2009).
Kumar,
A.D. 1986. Environmental Chemistry. India: Mohender Singh Sejwal.
Manahan,
S.B. 1983. Environmental Chemistry. Boston: Willard Grant Press.
Rahardjo,
S., Dina, L., dan Suyono. 2006. Pengendalian Dampak Lingkungan.
Surabaya: Penerbit Airlangga.
Soemarwoto,
O. 1994. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Djambatan,
365 hal.
Soeriaatmadja,
R. E. 1989. Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit ITB. 133 hal.
0 comments:
Post a Comment