Pages

Tuesday, March 12, 2019

Jendela Logika dalam Berfikir: Penalaran Deduktif dan Induktif sebagai Dasar Pengetahuan dalam Pemecahan Masalah



Jendela Logika dalam Berfikir: Penalaran Deduktif dan Induktif sebagai Dasar Pengetahuan dalam Pemecahan Masalah
Vina Dwi R, Dwi Adinda, Samik S.Si, M.Si

Abstrak
Logika memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan serta pengkajian-pengkajian pengetahuan tertentu. Sebagai sebuah ilmu pengetahuan ia menjadi dasar yang menentukan pemikiran agar lurus, tepat dan sehat. Sebab fungsi logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang ditepati. Logika merupakan ilmu yang memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti agar dapat berfikir valid menurut aturan yang berlaku. Ini dikarenakan, Penalaran ilmiah menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu. Antara kebenaran rasional dan factual ataupun deduktif dan induktif yang keduanya menggunakan hipotesa sebagai jembatan penghubungnya. Baik deduktif dan induktif bukan tanpa cacat, karenanya perlu sebuah identifikasi lebih jauh, guna mencapai suatu metode penalaran ilmiah yang mengamini pembuktian terpadu, antara rasional dan kebenaran factual.

Kata kunci: logika, ilmiah, fikir, deduksi, induksi

Isi
            Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan menemui berbagai masalah yang semakin hari semakin kompleks seiring bertambahnya usia dan tanggung jawab. Oleh karena itu setiap manusia mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menyikapi masalah tersebut. Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat dipahami dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam istilah Aristoteles manusia ia sebut sebagai animal rationale. Oleh sebab itu seorang Cendekiawan seharusnya bekerja secara sistematis, berfikir, dan berlogika serta menghindari diri dari subyektifitas pertimbangannya, meskipun hal ini tidak mutlak. Ketidakpuasan atas keilmuan yang dibangun diatas pemikiran awam terus mendorong berbagai disiplin keilmuan, salah satunya adalah filsafat. Filsafat mengurai kembali semua asumsi tersebut guna mendapatkan sebuah pengetahuan yang hakiki. Setiap kepala memiliki pemikirannya masing-masing, begitu pula dengan para ilmuan, setiap individu merujuk pada filsatat yang sama, yaitu penggunaan metode Ilmiah dalam menyelesaikan sebuah problematika keilmuan yang mereka hadapi. Sehingga dalam proses berfikir ilmiah ataupun sebuah pencapaian pemahaman final perlu ditopang dengan logika. Disebut logika bilamana ia secara luas dapat definisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara benar, yang bermuara pada kesimpulan yang benar. Penarikan kesimpulan dalam berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penalaran deduktifdan penalaran induktif.

A.    Penalaran Deduktif
Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme menggunakan penalaran deduktif dalam menyusun pengetahuan. Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum (premis mayor) untuk menarik simpulan yang bersifat khusus (premis minor). Metode ini merupakan perkembangan pola berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika yang dikemukakan oleh Aristoteles (348-322 SM). Penarikan simpulan secara deduktif ini disebut silogisme. Contoh :
·         Semua makhluk hidup akan mengalami kematian (umum, premis mayor)
·         Manusia adalah makhluk hidup (khusus, premis minor)
·         Maka manusia suatu saat akan mati (simpulan)
Simpulan yang diambil hanya benar bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik simpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal itu salah maka simpulan yang diambil juga salah atau tidak benar.
B.     Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik simpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Metode ini merupakan dasar dari perkembangan metode ilmiah sekarang yang intinya adalah bahwa pengambilan simpulan dilakukan berdasarkan data pengamatan atau eksperimentasi yang diperoleh. Contoh :
§  “pada pengamatan atas logam besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya jika dipanaskan ternyata bertambah panjang, dapat disimpulkan bahwa semua logam jika dipanaskan bertambah panjang”.
§  “kucing bernapas, kambing bernapas, sapi, kuda, harimau juga bernapas, dapat disimpulkan bahwa semua hewan dapat bernapas”.
Dapat disimpulkan bahwa gejala alam bersifat konkrit dan dapat ditangkap pancaindera manusia. Dengan pancaindera, manusia berhasil mengumpulkan sangat banyak pengetahuan. Kumpulan pengetahuan ini belum dapat disebut ilmu pengetahuan yang disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatnya. Untuk itu diperlukan penalaran yang dimulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.




Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman. Demikian pula pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu kumpulan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.Penalaran atau metode berfikir ilmiah menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, serta mengggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan asumsi dasar atau hipotesa sebagai jembatan penghubungnya. Induktif dan deduktif sebagai penalatan atau metode ilmiah bukan tanpa kekurangan, karena itu tugas kita adalah mencoba identifikasi apa kelebihan dan kekurangan metode ilmiah ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan metode penalaran ilmiah yang menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, menggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai jembatan penghubungnya. Sehingga dari sini diharapkan dapat melahirkan alur penalaran ilmiah yang baik dan benar.


Daftar Rujukan
Nasrudin, harun dkk. 2012. Sains Dasar. Surabaya. Unesa University Express

Bakry, Noor Ms. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta: Liberty, 2001.

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta: Widyaiswara PPPG Matematika.

Mustofa, Imron. 2016. Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. Surabaya.  Sekolah Tinggi Agama Islam YPBWI Surabaya
Jendela Logika dalam Berfikir: Penalaran Deduktif dan Induktif sebagai Dasar Pengetahuan dalam Pemecahan Masalah
Vina Dwi R, Dwi Adinda, Samik S.Si, M.Si

Abstrak
Logika memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan serta pengkajian-pengkajian pengetahuan tertentu. Sebagai sebuah ilmu pengetahuan ia menjadi dasar yang menentukan pemikiran agar lurus, tepat dan sehat. Sebab fungsi logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang ditepati. Logika merupakan ilmu yang memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti agar dapat berfikir valid menurut aturan yang berlaku. Ini dikarenakan, Penalaran ilmiah menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu. Antara kebenaran rasional dan factual ataupun deduktif dan induktif yang keduanya menggunakan hipotesa sebagai jembatan penghubungnya. Baik deduktif dan induktif bukan tanpa cacat, karenanya perlu sebuah identifikasi lebih jauh, guna mencapai suatu metode penalaran ilmiah yang mengamini pembuktian terpadu, antara rasional dan kebenaran factual.

Kata kunci: logika, ilmiah, fikir, deduksi, induksi

Isi
            Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan menemui berbagai masalah yang semakin hari semakin kompleks seiring bertambahnya usia dan tanggung jawab. Oleh karena itu setiap manusia mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menyikapi masalah tersebut. Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat dipahami dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam istilah Aristoteles manusia ia sebut sebagai animal rationale. Oleh sebab itu seorang Cendekiawan seharusnya bekerja secara sistematis, berfikir, dan berlogika serta menghindari diri dari subyektifitas pertimbangannya, meskipun hal ini tidak mutlak. Ketidakpuasan atas keilmuan yang dibangun diatas pemikiran awam terus mendorong berbagai disiplin keilmuan, salah satunya adalah filsafat. Filsafat mengurai kembali semua asumsi tersebut guna mendapatkan sebuah pengetahuan yang hakiki. Setiap kepala memiliki pemikirannya masing-masing, begitu pula dengan para ilmuan, setiap individu merujuk pada filsatat yang sama, yaitu penggunaan metode Ilmiah dalam menyelesaikan sebuah problematika keilmuan yang mereka hadapi. Sehingga dalam proses berfikir ilmiah ataupun sebuah pencapaian pemahaman final perlu ditopang dengan logika. Disebut logika bilamana ia secara luas dapat definisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara benar, yang bermuara pada kesimpulan yang benar. Penarikan kesimpulan dalam berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penalaran deduktifdan penalaran induktif.

A.    Penalaran Deduktif
Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme menggunakan penalaran deduktif dalam menyusun pengetahuan. Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum (premis mayor) untuk menarik simpulan yang bersifat khusus (premis minor). Metode ini merupakan perkembangan pola berpikir dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika yang dikemukakan oleh Aristoteles (348-322 SM). Penarikan simpulan secara deduktif ini disebut silogisme. Contoh :
·         Semua makhluk hidup akan mengalami kematian (umum, premis mayor)
·         Manusia adalah makhluk hidup (khusus, premis minor)
·         Maka manusia suatu saat akan mati (simpulan)
Simpulan yang diambil hanya benar bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik simpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal itu salah maka simpulan yang diambil juga salah atau tidak benar.
B.     Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik simpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Metode ini merupakan dasar dari perkembangan metode ilmiah sekarang yang intinya adalah bahwa pengambilan simpulan dilakukan berdasarkan data pengamatan atau eksperimentasi yang diperoleh. Contoh :
§  “pada pengamatan atas logam besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya jika dipanaskan ternyata bertambah panjang, dapat disimpulkan bahwa semua logam jika dipanaskan bertambah panjang”.
§  “kucing bernapas, kambing bernapas, sapi, kuda, harimau juga bernapas, dapat disimpulkan bahwa semua hewan dapat bernapas”.
Dapat disimpulkan bahwa gejala alam bersifat konkrit dan dapat ditangkap pancaindera manusia. Dengan pancaindera, manusia berhasil mengumpulkan sangat banyak pengetahuan. Kumpulan pengetahuan ini belum dapat disebut ilmu pengetahuan yang disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatnya. Untuk itu diperlukan penalaran yang dimulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.




Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman. Demikian pula pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu kumpulan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.Penalaran atau metode berfikir ilmiah menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, serta mengggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan asumsi dasar atau hipotesa sebagai jembatan penghubungnya. Induktif dan deduktif sebagai penalatan atau metode ilmiah bukan tanpa kekurangan, karena itu tugas kita adalah mencoba identifikasi apa kelebihan dan kekurangan metode ilmiah ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan metode penalaran ilmiah yang menghendaki pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, menggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai jembatan penghubungnya. Sehingga dari sini diharapkan dapat melahirkan alur penalaran ilmiah yang baik dan benar.


Daftar Rujukan
Nasrudin, harun dkk. 2012. Sains Dasar. Surabaya. Unesa University Express

Bakry, Noor Ms. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta: Liberty, 2001.

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta: Widyaiswara PPPG Matematika.

Mustofa, Imron. 2016. Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. Surabaya.  Sekolah Tinggi Agama Islam YPBWI Surabaya

0 comments:

Post a Comment