Perkembangan Teori Tata Surya
Anggie
Pratiwi, Isnaini Saputri, Samik
Abstrak
Alam semesta merupakan sebuah istilah yang biasa dipakai para
ilmuwan untuk menggambarkan ruang angkasa dan benda-benda langit yang ada di
dalamnya. Ilmu yang mempelajari semua objek langit yang ada di ruang angkasa
disebut ilmu Astronomi. Dalam sudut pandang ilmu astronomi, alam semesta adalah
ruang angkasa dengan semua zat serta energi yang terdapat di dalamnya.
Pemahaman manusia mengenai alam semesta pun mengalami banyak perubahan di
setiap zamannya. Alam semesta merupakan bagian yang tidak terlepas dari dunia
sains, dan astronomi merupakan cabang ilmu sains yang membahas hal tersebut.
Perspektif pemikiran sains di bidang astronomi sampai saat ini masih menjadi
perdebatan paradigma yang tidak kunjung usai. Buktinya saat ini banyak yang
menganggap penemuan dan teori yang dilakukan atau dikemukakan oleh para ilmuan
dianggap tidak benar. Akhir-akhir ini ramai dibincangkan tentang hal yang sudah
tidak asing dan telah lama menjadi perdebatan para ilmuan, yaitu mengenai pusat
tata surya sebenarnya. Banyaknya paradigma yang berbeda oleh ilmuan tentang
teori pusat alam semesta, menjadikan kita harus kembali meninjau ulang dasar
keilmuan yang di dapat dari tingkat sekolah yang mengatakan matahari adalah
pusat tata surya.. Sistem tata surya merupakan salah satu meteri yang terdapat
dalam ilmu pengetahuan alam, dan suatu sistem yang terdiri atas matahari dan
benda-benda langit yang beredar mengelilinginya. Tata surya juga merupakan
salah satu galaksi yang terdapat di alam semesta.
(kata
kunci : alam semesta, tata surya, matahari)
Pembahasan
Pembicaraan
tentang alam semesta nampaknya tidak akan pernah berakhir dan akan selalu
menarik untuk didiskusikan, karena ia adalah sumber pengetahuan. Semua yang
terlihat di alam ini bagaimanapun masih misteri. Hingga kini, banyak fenomena
di langit dan di bumi yang para ilmuan pun masih menelusurinya dalam
laboratorium-laboratorium penelitian mereka. Schilling, G. (1999) mengatakan
tata surya terbentuk dari sebuah cakram. Saat bintang menjadi cukup panas,
pertumbuhan material akan berhenti dan menerbangkan cakram. Hal ini terjadi
setelah planet-planet terbentuk di sekeliling bintang. Sehingga orbit
planet-planet merupakan sisa kerangka cakram tersebut. Hal ini juga dapat
menjelaskan sebab-sebab semua planet mengelilingi matahari dalam arah yang sama
dan kira-kira berada dalam bidang yang sama.
Sebelum
banyak ditemukan beberapa fakta tentang tata surya dan sistem keplanetan, Laplace
telah mengemukakan gagasan tentang asal mula pembentukan tata surya dan sistem
keplanetan. Menurut Laplace, ada empat fakta yang harus dijelaskan pada teori
pembentukan tata surya, yaitu : 1. Orbit semua planet-planet boleh dikatakan
(karena inklinasi yang kecil) berada pada satu bidang yang sama. 2. Semua
planet mengelilingi Matahari dalam arah yang sama. 3. Lintasan orbit planet
hampir semuanya berupa lingkaran. 4. Putaran planet pada sumbunya sama dengan
arah orbitnya pada Matahari. Meskipun terdapat gagasan Laplace tersebut yang
tidak sesuai dengan fakta yang didapatkan pada masa sekarang, setidaknya
Laplace telah memberikan dasar yang dapat digunakan untuk membangun teori asal
mula pembentukan tata surya dan sistem keplanetan.
Menurut
Laplace, berawal dari suatu putaran awan gas, keempat gagasan tersebut akan
terpenuhi. Jika sekumpulan awan gas runtuh karena pengaruh gaya gravitasi, akan
terbentuk pusaran yang menghasilkan gaya sentrifugal yang akan menyebabkan
keruntuhan di sepanjang sumbu putarnya. Laplace mengusulkan, Matahari terbentuk
di pusat cakram dan planet-planet terbentuk dari material yang keluar dari
sekelilingnya. Menurutnya, karena cakram gas menjadi dingin, cakram akan pecah
menjadi cincin-cincin. Material dalam cincin-cincin tersebut akan menggumpal
secara bertahap membentuk planet. Mekanisme teori ini dapat menjelaskan secara
sederhana penyebab planet-planet bergerak mengelilingi Matahari pada arah yang
sama dan putaran orbitnya berada pada bidang yang sama, dengan lintasan yang hampir
menyerupai lingkaran. Gagasan Laplace bahwa pembentukan tata surya dan sistem
keplanetan berawal dari awan gas telah terbukti pada masa sekarang.
Pembentukan
planet terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (i) dari debu menjadi planetesimal,
(ii) dari planetesimal menjadi embrio planet, dan (iii) dari embrio planet
menjadi planet. Pertumbuhan planetesimal yang saling bertumbukan akan
menghasilkan planet-planet. Pertumbuhan inti planetesimal akan menghasilkan
planet-planet raksasa. Pada proses awal pembentukan, komet yang mengandung es
akan memberikan air pada planet-planet. Planet yang dapat menyimpan air dalam
bentuk cairan adalah Bumi, sehingga Bumi menjadi satu-satunya planet yang
mempunyai kehidupan. Pembentukan satelit merupakan bagian kecil dari proses pembentukan
planet.
Kebanyakan
orbit planetesimal tersebut tidak stabil, sehingga cepat atau lambat salah satu
dari mereka ada yang bergerak mendekati planet. Ketika sudah berada dekat
dengan sebuah planet, orbitnya diubah oleh medan gravitasi planet, sehingga
akan terjadi dua kemungkinan keadaan. Keadaan pertama, planetesimal akan masuk
menumbuk planet. Tumbukan planetesimal dengan planet dapat menyebabkan sumbu
rotasi dan kecepatan planet berubah. Peristiwa ini dapat menjelaskan kenapa
Venus dan Uranus memiliki arah putaran yang berbeda dengan planet-planet yang
lain. Keadaan kedua, planetesimal akan terlempar keluar, bahkan bisa saja
terlempar keluar dari tata surya. Supaya hukum kelestarian energi berlaku,
planet tersebut harus pindah ke posisi yang lebih rendah pada medan gravitasi
Matahari. Perubahan posisi ini sangat kecil, tetapi setelah beberapa milyar
tahun kemudian, akan terlihat perubahan posisi yang cukup signifikan dari
posisi awalnya.
Teori Terjadinya Tata Surya
Jika kalian berdiri pada malam hari ketika udara cerah
tanpa awan dan kabut kemudian mencoba mengamati jagat raya, akan tampak bola langit yang
dihiasi berjuta-juta bahkan milyaran benda langit, baik yang memancarkan sinar
(cahaya) maupun yang menerima dan memantulkan sinar. Benda-benda langit
tersebut secara umum dibedakan menjadi tiga kelompok utama yaitu bintang, tata
surya, dan nebula. Dan berikut ini adalah teori-teori tentang pembentukan Tata Surya
menurut para ahli.
1. Hipotesis Kabut-Teori Nebula
Teori Nebula
kali pertama dikemukakan oleh seorang filsuf berkebangsaan Jerman yang bernama
Immanuel Kant yang hidup antara tahun 1724–1804. Menurut Kant, tata surya
berasal dari nebula, yaitu gas atau kabut tipis yang sangat luas dan bersuhu
tinggi berputar sangat lambat. Perputaran yang lambat tersebut menyebabkan
terbentuknya konsentrasi materi yang memiliki berat jenis tinggi yang disebut
inti massa pada beberapa tempat yang berbeda.
Inti massa
yang terbesar terbentuk di tengah, sedangkan yang kecil terbentuk di
sekitarnya. Akibat terjadinya proses pendinginan inti-inti massa yang lebih
kecil maka berubahlah menjadi planet-planet, sedangkan yang paling besar masih
tetap dalam keadaan pijar dan bersuhu tinggi disebut matahari.
Teori nebula
lainnya yang berkembang dikemukakan oleh seorang astronom berkebangsaan Prancis
bernama Pierre Simon de Laplace yang hidup antara 1749–1827. Menurut Laplace
(1749), tata surya berasal dari bola gas yang bersuhu tinggi dan berputar
sangat cepat. Oleh karena perputaran yang terjadi sangat cepat, maka
terlepaslah bagian-bagian dari bola gas tersebut dalam ukuran dan jangka waktu
yang berbeda-beda. Bagian-bagian yang terlepas tersebut berputar dan pada
akhirnya mendingin membentuk planet-planet, sedangkan bola gas asal menjadi
matahari.
Garis besar teori nebula adalah sebagai berikut:
Tata surya pada mulanya awan gas atau nebula yang berputar. Sambil
memadat, pusat awan ini memutar dengan cepat. Melepaskan cincincincin gas,
yang kemudian membentuk planet-planet, satelit-satelit yang beredar. Dan
massa intinya menjadi matahari yang sekarang ini.
|
2. Teori Planetesimal
Sekitar
tahun 1900, seorang ahli astronomi bernama Forest Ray Moulton dan ahli geologi
bernama T.C. Chamberlin mengemukakan teori terbentuknya tata surya yang dikenal
dengan Hipotesis Planetesimal. Menurut mereka, planetesimal adalah suatu benda
padat kecil yang mengelilingi suatu inti gas.
Inti dari
teori ini adalah pada suatu ketika terdapat sebuah bintang yang menembus ruang
angkasa dengan cepat dan berada dekat sekali dengan Matahari. Daya tarik
(gravitasi) antara bintang tersebut dan Matahari semakin tinggi pada saat
jaraknya semakin dekat, sehingga menyebabkan terjadinya pasang naik massa gas
yang dikandung oleh kedua bintang.
Pada saat
pasang naik, gas dalam tubuh Matahari mencapai puncaknya, sehingga timbul
beberapa bagian kecil massa Matahari yang terlepas atau terlempar dan mulai
mengorbit di sekitar Matahari. Setelah bintang tersebut menjauh dari Matahari,
pasang Matahari kembali menurun ke arah normal. Massa gas yang terlempar dan
mengorbit di sekitar Matahari ini lama kelamaan mendingin dan membeku (memadat)
membentuk planetesimal atau benda-benda padat, yang pada akhirnya membentuk
planet.
Garis besar teori planetesimal adalah sebagai berikut:
Susunan matahari terlebih dahulu merupakan sebuah kabut pilin. Pada
kabut pilin ada himpunan benda-benda halus yang disebut planetesimal. Yang
lebih besar menarik yang kecil, kemudian menjadi bola besar di
tengah-tengahnya. Akhirnya bola besar itu menjadi matahari dan planetesimal
menjadi planet-planet.
|
3. Hipotesis Tidal-Teori Pasang Surut Gas
Teori Pasang
surut dikemukakan oleh Sir James Jeans dan Sir Harold Jeffreys pada tahun 1918.
Menurut kedua ahli tersebut, planet bukanlah terbentuk dari pecahan kecil gas
saat terjadi pasang naik Matahari yang kemudian memadat membentuk planetesimal,
melainkan langsung terbentuk dari massa asli yang ditarik dari Matahari oleh
bintang lain yang lewat ke dekat Matahari kita.
Inti dari
teori pasang adalah pada suatu ketika ada suatu bintang yang datang mendekati
bahkan hampir menyentuh Matahari. Berkat adanya gaya gravitasi, bintang
tersebut mengisap filamen gas yang berbentuk cerutu dari tubuh Matahari.
Filamen tersebut membesar pada bagian tengahnya dan mengecil di kedua bagian
ujung, kemudian membentuk planet. Oleh karena itu, planet-planet yang terletak
di bagian tengah seperti Yupiter, Saturnus, dan Uranus, memiliki ukuran lebih
besar jika dibandingkan dengan planet yang letaknya di bagian tepi.
Garis besar teori pasang surut adalah sebagai berikut:
Bumi dibentuk pada waktu sebuah bintang melintas berdekatan dengan
matahari dan menarik keluar dari permukaan matahari gumpalan gas yang amat
besar berbentuk cerutu. Kemudian gumpalan gas tersebut pecah menjadi
bagian-bagian yang mendingin dan memadat membentuk planet-planet.
|
Kesimpulan:
Tata surya atau sistem matahari adalah suatu sistem
yang terdapat di jagat raya terdiri atas matahari sebagai pusatnya, planet-planet
(termasuk Planet Bumi), satelit-satelit (misalnya bulan), asteroid, komet,
meteor, debu, kabut, dan benda-benda lainnya sebagai anggota dari tata surya
yang beredar mengelilingi pusatnya, yakni matahari pada orbit atau garis
edarnya masing-masing. Matahari adalah bintang paling besar di dunia dan
bintang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanpa matahari tidak akan
ada kehidupan. Allah menciptakan matahari sebagai bintang yang sangat luar
biasa dan menakjubkan, seluruh kehidupan di muka bumi ini bergantung pada
matahari.
Teori-teori di atas hanyalah sedikit dari banyak teori
yang telah diajukan para ahli tentang terjadinya tata surya. Tidak satu pun di
antara teori tersebut yang dianggap benar-benar memuaskan dan dapat diterima
secara luas oleh seluruh dunia. Masing-masing teori ini mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Namun demikian, kalian harus mengetahui bahwa teori-teori tersebut
dikemukakan berdasarkan penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang matang.
Referensi
Nasrudin, Harun dkk. 2012. Sains Dasar. Surabaya. Edisi ke 2. Unesa
University Press
Sutantyo, W. 1984. Astrofisika : Mengenal Bintang,
Penerbit ITB, Bandung,
Tantriadi, Yonathan. 2013, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Negeri
Surabaya Vol.2 No.1
Admiranto,
A. G. (2009). Menjelajahi Bintang,
Galaksi dan Alam Semesta, Edisi Kedua, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Siregar,
S. (2001). Mekanika Benda Langit,
Penerbit ITB, Bandung. Siregar, S., 2007, Benda Kecil dalam Tata Surya,
Penerbit ITB, Bandung.
Yasrina,
A. (2010). Nukleosintesis dan Evolusi
Bintang, Skripsi, Program Studi Fisika, FMIPA, UGM, Yogyakarta.
0 comments:
Post a Comment