Pages

Tuesday, March 12, 2019

Perkembangan Teori Tata Surya


Perkembangan Teori Tata Surya
Anggie Pratiwi, Isnaini Saputri, Samik

Abstrak
Alam semesta merupakan sebuah istilah yang biasa dipakai para ilmuwan untuk menggambarkan ruang angkasa dan benda-benda langit yang ada di dalamnya. Ilmu yang mempelajari semua objek langit yang ada di ruang angkasa disebut ilmu Astronomi. Dalam sudut pandang ilmu astronomi, alam semesta adalah ruang angkasa dengan semua zat serta energi yang terdapat di dalamnya. Pemahaman manusia mengenai alam semesta pun mengalami banyak perubahan di setiap zamannya. Alam semesta merupakan bagian yang tidak terlepas dari dunia sains, dan astronomi merupakan cabang ilmu sains yang membahas hal tersebut. Perspektif pemikiran sains di bidang astronomi sampai saat ini masih menjadi perdebatan paradigma yang tidak kunjung usai. Buktinya saat ini banyak yang menganggap penemuan dan teori yang dilakukan atau dikemukakan oleh para ilmuan dianggap tidak benar. Akhir-akhir ini ramai dibincangkan tentang hal yang sudah tidak asing dan telah lama menjadi perdebatan para ilmuan, yaitu mengenai pusat tata surya sebenarnya. Banyaknya paradigma yang berbeda oleh ilmuan tentang teori pusat alam semesta, menjadikan kita harus kembali meninjau ulang dasar keilmuan yang di dapat dari tingkat sekolah yang mengatakan matahari adalah pusat tata surya.. Sistem tata surya merupakan salah satu meteri yang terdapat dalam ilmu pengetahuan alam, dan suatu sistem yang terdiri atas matahari dan benda-benda langit yang beredar mengelilinginya. Tata surya juga merupakan salah satu galaksi yang terdapat di alam semesta.
(kata kunci : alam semesta, tata surya, matahari)

Pembahasan

Pembicaraan tentang alam semesta nampaknya tidak akan pernah berakhir dan akan selalu menarik untuk didiskusikan, karena ia adalah sumber pengetahuan. Semua yang terlihat di alam ini bagaimanapun masih misteri. Hingga kini, banyak fenomena di langit dan di bumi yang para ilmuan pun masih menelusurinya dalam laboratorium-laboratorium penelitian mereka. Schilling, G. (1999) mengatakan tata surya terbentuk dari sebuah cakram. Saat bintang menjadi cukup panas, pertumbuhan material akan berhenti dan menerbangkan cakram. Hal ini terjadi setelah planet-planet terbentuk di sekeliling bintang. Sehingga orbit planet-planet merupakan sisa kerangka cakram tersebut. Hal ini juga dapat menjelaskan sebab-sebab semua planet mengelilingi matahari dalam arah yang sama dan kira-kira berada dalam bidang yang sama.
Sebelum banyak ditemukan beberapa fakta tentang tata surya dan sistem keplanetan, Laplace telah mengemukakan gagasan tentang asal mula pembentukan tata surya dan sistem keplanetan. Menurut Laplace, ada empat fakta yang harus dijelaskan pada teori pembentukan tata surya, yaitu : 1. Orbit semua planet-planet boleh dikatakan (karena inklinasi yang kecil) berada pada satu bidang yang sama. 2. Semua planet mengelilingi Matahari dalam arah yang sama. 3. Lintasan orbit planet hampir semuanya berupa lingkaran. 4. Putaran planet pada sumbunya sama dengan arah orbitnya pada Matahari. Meskipun terdapat gagasan Laplace tersebut yang tidak sesuai dengan fakta yang didapatkan pada masa sekarang, setidaknya Laplace telah memberikan dasar yang dapat digunakan untuk membangun teori asal mula pembentukan tata surya dan sistem keplanetan.
Menurut Laplace, berawal dari suatu putaran awan gas, keempat gagasan tersebut akan terpenuhi. Jika sekumpulan awan gas runtuh karena pengaruh gaya gravitasi, akan terbentuk pusaran yang menghasilkan gaya sentrifugal yang akan menyebabkan keruntuhan di sepanjang sumbu putarnya. Laplace mengusulkan, Matahari terbentuk di pusat cakram dan planet-planet terbentuk dari material yang keluar dari sekelilingnya. Menurutnya, karena cakram gas menjadi dingin, cakram akan pecah menjadi cincin-cincin. Material dalam cincin-cincin tersebut akan menggumpal secara bertahap membentuk planet. Mekanisme teori ini dapat menjelaskan secara sederhana penyebab planet-planet bergerak mengelilingi Matahari pada arah yang sama dan putaran orbitnya berada pada bidang yang sama, dengan lintasan yang hampir menyerupai lingkaran. Gagasan Laplace bahwa pembentukan tata surya dan sistem keplanetan berawal dari awan gas telah terbukti pada masa sekarang.
Pembentukan planet terjadi dalam tiga tahap, yaitu: (i) dari debu menjadi planetesimal, (ii) dari planetesimal menjadi embrio planet, dan (iii) dari embrio planet menjadi planet. Pertumbuhan planetesimal yang saling bertumbukan akan menghasilkan planet-planet. Pertumbuhan inti planetesimal akan menghasilkan planet-planet raksasa. Pada proses awal pembentukan, komet yang mengandung es akan memberikan air pada planet-planet. Planet yang dapat menyimpan air dalam bentuk cairan adalah Bumi, sehingga Bumi menjadi satu-satunya planet yang mempunyai kehidupan. Pembentukan satelit merupakan bagian kecil dari proses pembentukan planet.

Kebanyakan orbit planetesimal tersebut tidak stabil, sehingga cepat atau lambat salah satu dari mereka ada yang bergerak mendekati planet. Ketika sudah berada dekat dengan sebuah planet, orbitnya diubah oleh medan gravitasi planet, sehingga akan terjadi dua kemungkinan keadaan. Keadaan pertama, planetesimal akan masuk menumbuk planet. Tumbukan planetesimal dengan planet dapat menyebabkan sumbu rotasi dan kecepatan planet berubah. Peristiwa ini dapat menjelaskan kenapa Venus dan Uranus memiliki arah putaran yang berbeda dengan planet-planet yang lain. Keadaan kedua, planetesimal akan terlempar keluar, bahkan bisa saja terlempar keluar dari tata surya. Supaya hukum kelestarian energi berlaku, planet tersebut harus pindah ke posisi yang lebih rendah pada medan gravitasi Matahari. Perubahan posisi ini sangat kecil, tetapi setelah beberapa milyar tahun kemudian, akan terlihat perubahan posisi yang cukup signifikan dari posisi awalnya.

Teori Terjadinya Tata Surya

Jika kalian berdiri pada malam hari ketika udara cerah tanpa awan dan kabut kemudian mencoba mengamati jagat raya, akan tampak bola langit yang dihiasi berjuta-juta bahkan milyaran benda langit, baik yang memancarkan sinar (cahaya) maupun yang menerima dan memantulkan sinar. Benda-benda langit tersebut secara umum dibedakan menjadi tiga kelompok utama yaitu bintang, tata surya, dan nebula. Dan berikut ini adalah teori-teori tentang pembentukan Tata Surya menurut para ahli.
1. Hipotesis Kabut-Teori Nebula
Teori Nebula kali pertama dikemukakan oleh seorang filsuf berkebangsaan Jerman yang bernama Immanuel Kant yang hidup antara tahun 1724–1804. Menurut Kant, tata surya berasal dari nebula, yaitu gas atau kabut tipis yang sangat luas dan bersuhu tinggi berputar sangat lambat. Perputaran yang lambat tersebut menyebabkan terbentuknya konsentrasi materi yang memiliki berat jenis tinggi yang disebut inti massa pada beberapa tempat yang berbeda.
Inti massa yang terbesar terbentuk di tengah, sedangkan yang kecil terbentuk di sekitarnya. Akibat terjadinya proses pendinginan inti-inti massa yang lebih kecil maka berubahlah menjadi planet-planet, sedangkan yang paling besar masih tetap dalam keadaan pijar dan bersuhu tinggi disebut matahari.
Teori nebula lainnya yang berkembang dikemukakan oleh seorang astronom berkebangsaan Prancis bernama Pierre Simon de Laplace yang hidup antara 1749–1827. Menurut Laplace (1749), tata surya berasal dari bola gas yang bersuhu tinggi dan berputar sangat cepat. Oleh karena perputaran yang terjadi sangat cepat, maka terlepaslah bagian-bagian dari bola gas tersebut dalam ukuran dan jangka waktu yang berbeda-beda. Bagian-bagian yang terlepas tersebut berputar dan pada akhirnya mendingin membentuk planet-planet, sedangkan bola gas asal menjadi matahari.
Garis besar teori nebula adalah sebagai berikut:
Tata surya pada mulanya awan gas atau nebula yang berputar. Sambil memadat, pusat awan ini memutar dengan cepat. Melepaskan cincincincin gas, yang kemudian membentuk planet-planet, satelit-satelit yang beredar. Dan massa intinya menjadi matahari yang sekarang ini.
 

2. Teori Planetesimal
Sekitar tahun 1900, seorang ahli astronomi bernama Forest Ray Moulton dan ahli geologi bernama T.C. Chamberlin mengemukakan teori terbentuknya tata surya yang dikenal dengan Hipotesis Planetesimal. Menurut mereka, planetesimal adalah suatu benda padat kecil yang mengelilingi suatu inti gas.
Inti dari teori ini adalah pada suatu ketika terdapat sebuah bintang yang menembus ruang angkasa dengan cepat dan berada dekat sekali dengan Matahari. Daya tarik (gravitasi) antara bintang tersebut dan Matahari semakin tinggi pada saat jaraknya semakin dekat, sehingga menyebabkan terjadinya pasang naik massa gas yang dikandung oleh kedua bintang.
Pada saat pasang naik, gas dalam tubuh Matahari mencapai puncaknya, sehingga timbul beberapa bagian kecil massa Matahari yang terlepas atau terlempar dan mulai mengorbit di sekitar Matahari. Setelah bintang tersebut menjauh dari Matahari, pasang Matahari kembali menurun ke arah normal. Massa gas yang terlempar dan mengorbit di sekitar Matahari ini lama kelamaan mendingin dan membeku (memadat) membentuk planetesimal atau benda-benda padat, yang pada akhirnya membentuk planet.
Garis besar teori planetesimal adalah sebagai berikut:
Susunan matahari terlebih dahulu merupakan sebuah kabut pilin. Pada kabut pilin ada himpunan benda-benda halus yang disebut planetesimal. Yang lebih besar menarik yang kecil, kemudian menjadi bola besar di tengah-tengahnya. Akhirnya bola besar itu menjadi matahari dan planetesimal menjadi planet-planet.

3. Hipotesis Tidal-Teori Pasang Surut Gas
Teori Pasang surut dikemukakan oleh Sir James Jeans dan Sir Harold Jeffreys pada tahun 1918. Menurut kedua ahli tersebut, planet bukanlah terbentuk dari pecahan kecil gas saat terjadi pasang naik Matahari yang kemudian memadat membentuk planetesimal, melainkan langsung terbentuk dari massa asli yang ditarik dari Matahari oleh bintang lain yang lewat ke dekat Matahari kita.
Inti dari teori pasang adalah pada suatu ketika ada suatu bintang yang datang mendekati bahkan hampir menyentuh Matahari. Berkat adanya gaya gravitasi, bintang tersebut mengisap filamen gas yang berbentuk cerutu dari tubuh Matahari. Filamen tersebut membesar pada bagian tengahnya dan mengecil di kedua bagian ujung, kemudian membentuk planet. Oleh karena itu, planet-planet yang terletak di bagian tengah seperti Yupiter, Saturnus, dan Uranus, memiliki ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan planet yang letaknya di bagian tepi.
Garis besar teori pasang surut adalah sebagai berikut:
Bumi dibentuk pada waktu sebuah bintang melintas berdekatan dengan matahari dan menarik keluar dari permukaan matahari gumpalan gas yang amat besar berbentuk cerutu. Kemudian gumpalan gas tersebut pecah menjadi bagian-bagian yang mendingin dan memadat membentuk planet-planet.


Kesimpulan:
Tata surya atau sistem matahari adalah suatu sistem yang terdapat di jagat raya terdiri atas matahari sebagai pusatnya, planet-planet (termasuk Planet Bumi), satelit-satelit (misalnya bulan), asteroid, komet, meteor, debu, kabut, dan benda-benda lainnya sebagai anggota dari tata surya yang beredar mengelilingi pusatnya, yakni matahari pada orbit atau garis edarnya masing-masing. Matahari adalah bintang paling besar di dunia dan bintang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanpa matahari tidak akan ada kehidupan. Allah menciptakan matahari sebagai bintang yang sangat luar biasa dan menakjubkan, seluruh kehidupan di muka bumi ini bergantung pada matahari.
Teori-teori di atas hanyalah sedikit dari banyak teori yang telah diajukan para ahli tentang terjadinya tata surya. Tidak satu pun di antara teori tersebut yang dianggap benar-benar memuaskan dan dapat diterima secara luas oleh seluruh dunia. Masing-masing teori ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Namun demikian, kalian harus mengetahui bahwa teori-teori tersebut dikemukakan berdasarkan penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang matang.

Referensi
Nasrudin, Harun dkk. 2012. Sains Dasar. Surabaya. Edisi ke 2. Unesa University Press
Sutantyo, W. 1984.  Astrofisika : Mengenal Bintang, Penerbit ITB, Bandung,
Tantriadi, Yonathan. 2013, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya Vol.2 No.1
Admiranto, A. G. (2009). Menjelajahi Bintang, Galaksi dan Alam Semesta, Edisi Kedua, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Siregar, S. (2001). Mekanika Benda Langit, Penerbit ITB, Bandung. Siregar, S., 2007, Benda Kecil dalam Tata Surya, Penerbit ITB, Bandung.
Yasrina, A. (2010). Nukleosintesis dan Evolusi Bintang, Skripsi, Program Studi Fisika, FMIPA, UGM, Yogyakarta.

Review :
Tanggal Diberikan : 06 Maret 2019
Tanggal Dikembalikan : 08 Maret 2019
Saran : Untuk judul kurang menarik, sebaiknya judul dibuat semenarik mungkin 


0 comments:

Post a Comment