Pages

Tuesday, March 20, 2018

Penalaran Induktif Sebagai Bentuk Transformasi Dari Penalaran Deduktif yang Belum Tentu Dapat Diandalkan




Penalaran Induktif Sebagai Bentuk Transformasi Dari Penalaran Deduktif yang Belum Tentu Dapat Diandalkan




A'YUN IMAMA ANNISA
1604024014
Tema : Penalaran Induktif
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA







Penulis : A'yun Imama Annisa, laila Achadiah, Abdul Samik

Abstrak
Sebelum terdapat penalaran induktif telah ada penalaran deduktif terlebih dahulu yang memiliki cara berpikir bertolak belakang dari pernyataan yang bersifat umum (premis mayor) untuk menarik simpulan yang bersifat khusus (premis minor). Jadi simpulan yang diambil hanya benar bilamana kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik kesimpulannya juga benar. Jika salah satu dari ketiga hal tersebut salah maka simpulan yang diambil juga salah atau tidak benar . Metode ini menurut Aristoteles (384-332SM) merupakan perkembangan pola pikit dalam memperoleh kebenaran berdasarkan logika. Mengapa penalaran deduktif perlu di transformasi menjadi penalaran induktif? Karena permasalahan utama dalam penalaran deduktif adalah kesulitan untuk menilai kebenaran premis premis yang digunakan sebagai akibat dari penalaran yang bersifat abstrak, lepas dari pengalaman sehingga tidak mungkin dapat diamati dengan panca indera. Dan juga sulit untuk menerapkan konsep rasional pada kehidupan praktis . Oleh karena itu perlu dilakukan transformasi dari penalaran deduktif kearah penalaran induktif yang merupakan pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkrit. Tetapi belum tentu pula bahwa penalaran induktif dapat diandalkan

Pengetahuan sebagai hasil berpikir binatang tidak memungkinkan untuk memperkirakan suatu peristiwa, mengatasi lingkup permasalahan, serta memberi solusi terhadap permasalahan suatu peristiwa. Mereka mampu melakukan dan unggul mengantisispasi suatu peristiwa dengan cara penyelematan diri, itu pun jauh dari sebelum manusia mengenal teknologi.
Cara berpikir manusia tersebut detailnya lebih menspesifikan perbedaan yang jauh antara manusia dengan binatang.Manusia mampu berpikir secara runtut, logis, dan analitis serta mengembangkannya melalui hasil kebudayaan mereka (bahasa).

 Pengkajian cara berpikir manusia tersebut didasarkan atas dua hal. Pertama, hal-hal atau peristiwa yang sudah diketahui secara umum mereka runut kembali kepada hal￾hal yang bersifat khusus, kemudian memberikan penyimpulan kepada hal-hal tersebut sehingga dikenal dengan cara berpikir deduktif. Kedua, hal-hal yang khusus dan terjadi di kehidupan mereka dirunut dan dikaitkan kepada hal-hal yang bersifat umum, kemudian disimpulkan sehingga menjadi pengetahuan baru yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga dikenal dengan cara berpikir induktif.

Kedua cara berpikir tersebut tidak mungkin dapat berkembang tanpa bahasa sebagai sarana berpikir.Cara berpikir deduktif dan induktif dikembangkan manusia melalui bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis dibubuhkan ke dalam lambang ortografi yang dapat dipahami bentuk dan maknanya. Bahasa tulis yang dimaksud lebih dikenal dalam bentuk teks, bacaan, atau wacana. Sementara itu, bahasa lisan dipaparkan dalam bentuk pesan suara. Bahasa lisan dapat berbentuk ceramah, presentasi, dan sebagainya. Pengetahuan dan pengidentifikasian cara berpikir deduktif dan induktif(penentuan paparan/kalimat umum/utama/pokok dan paparan/kalimat khusus/penjelas/jabaran) lebih populer pada bahasa tulis. Hal ini dapat dibuktikan pada kurikulum-kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia, buku, dan lembar kerja siswa yang jarang ditemukan bahasan cara berpikir deduktif dan induktif dalam berbahasa lisan.
Adapun yang mengatakan bahwa bahasa tulis merupakan rekaman dari bahasa lisan, teks atau bacaan menjadi pusat cara berpikir deduktif dan induktif.

Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala gejala yang bersifat khusus. Metode induktif merupakan dasar dari perkembangan metode ilmiah sekarang yang intinya adalah bahwa pengambilan simpulan dilakukan berdasarkan data pengamatan atas eksperimentasi yang di peroleh.
Menurut Santrock (2010) penalaran (reasoning) adalah pemikiran logis yang menggunakan logika induksi dan deduksi untuk menghasilkan kesimpulan. Ada beberapa tipe dalam penalaran matematika, dua di antaranya yaitu penalaran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif adalah suatu proses penarikan kesimpulan dari hal￾hal yang umum ke hal-hal yang khusus. Sedang penalaran induktif adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum berdasar hal-hal khusus yang telah diketahui benar.

Model Klauer (Christou dan Papageorgiou, 2006) mengelompokkan tiga kelas kesamaan (similarity), ketidaksamaan (dissimilarity), dan ketidaksamaan dan kesamaan (dissimilarity and similarity) dari penalaran induktif meliputi atribut generalisasi (generalization), perbedaan (discrimination), dan klasifikasi silang (cross clasification). Model Klauer ini dikritik oleh Christou dan Papageorgiou (2006: 57)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata memiliki kelemahan, maka muncul pandangan lain berdasarkan pengalaman konkrit. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang langsung diperoleh dari pengalaman konkrit.


Menurut paham empirisme, gejala alam bersifat konkrit dan dapat ditangkap pancaindera manusia. Dengan panca indera, manusia berhasil mengumpulkan sangat banyak pengetahuan. Kumpulan pengetahuan ini belum dapat disebut ilmu pengetahuan yang disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatnya. Untuk itu diperlukan penalaran yang dimulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.


Dari pengalaman secara sistematis dan kritis atas gejala alam akan diperoleh pengetahuan tentang gejala alam tersebut mungkin akan terlihat adanya karakteristik tertentu, adanya kesamaan, adanya ulangan, dan adanya keteraturan dalam pola pola tertentu .
Sehingga akan dapat ditarik generalisasi dari berbagai kasus yang terjadi. Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif
Contoh kucing bernafas, kambing bernafas, sapi, kuda, harimau juga bernafas maka dapat disimpulkan bahwa semua hewan brnafas.
Namun kumpulan fakta berdasarkan penalaran induktif belum tentu bersifat konsisten bahkan mungkin bersifat kontradiktif. Juga fakta yang berkaitan belum menjamin tersusunnya pengetahuan yang sistematis karena kelemahan pancaindera. Misalnya dari hasil pengamatan terdapat anak anak yang berprestasi tinggi dibeberapa sekolah menunjukkan bahwa semuanya berhidung mancung. Belum tentu Ada hubungan antara hidung mancung dengan hasil prestasi tinggi. Disamping itu masih ada kesulitan dalam pengalaman itu . Mungkin stimulus panca indra, mungkin juga persepsi.
Simpulan  : Dari uraian diatas bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman. Demikian pula pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu kumpulan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan

 Referensi
FMIPA TIM.2007.Sains dasar.Surabaya:Unesa University
Izhar.2016.Mengidentifikasi Cara Berpikir Deduktif dan Induktif  Dalam Teks Bacaan Melalui Pengetahuan Konteks dan Referensi Pragmatik.Jurnal pesona.volume 2:63-73
Rochmad.2006.Proses Berpikir Induktif dan Deduktif dalam Mempelajari Matematika .Jurnal pendidikan.Volume 4: 107-117

Nike Theresia Maria.2015.Penalaran Deduktif dan Induktif Siswa Dalam Pemecahan Masalah Trigonometri Ditinjau Dari Tingkat IQ.Jurnal Apotema.Volume 1: hal 67-75



Nama reviewer : Laila Achadiah 16040254015
Tanggal di kirim : 16 Maret 2018
Tanggal dikembalikan : 18 Maret 2018
Saran : ulasan yang telah dipaparkan sudah bagus hanya saja akan lebih baik jika jurnal yang digunakan sebagai referensi bisa lebih banyak agar informasi bisa lebih lengkap .







0 comments:

Post a Comment