RAHASIA CINCIN SATURNUS
Bagus, Irchamnie, Samik
Abstrak
Saturnus adalah
sebuah planet di tata surya yang
dikenal juga sebagai planet bercincin, dan merupakan planet terbesar kedua di
tata surya setelah Jupiter. Jarak Saturnus sangat jauh dari Matahari,
karena itulah Saturnus tampak tidak terlalu jelas dari Bumi. Saturnus berevolusi
dalam waktu 29,46 tahun. Setiap 378 hari, Bumi, Saturnus dan Matahari akan
berada dalam satu garis lurus. Selain berevolusi, Saturnus juga berotasi dalam
waktu yang sangat singkat, yaitu 10 jam 40 menit 24 detik. Saturnus memiliki
kerapatan yang rendah karena sebagian besar zat penyusunnya berupa gas dan
cairan. Inti Saturnus diperkirakan terdiri dari batuan padat dengan atmosfer tersusun
atas gas amonia dan metana,
hal ini tidak memungkinkan adanya kehidupan di Saturnus.
Kata kunci :
Revolusi, Rotasi, Cincin
Penjelasan
Planet Saturnus
merupakan planet terbesar kedua setelah Jupiter. Planet ini mempunyai diameter
74.000 mil. Seperti halnya Jupiter rotasinya begitu cepat yakni 10 jam,
persamaan yang lain adalah atmosfernya terdiri dari gas metan, amoniak dan
hidrogen. Temperatur pada permukaan Saturnus sangat rendah yaitu 243 derajat F
yang berarti gas amoniaknya membeku. Berat jenisnya 0,7 dibandingkan berat
jenis air = 1 atau berat jenis bumi = 5,3. Hal yang paling menarik dari planet
ini adalah adanya sabuk putih yang melilit ekuator dan jaraknya dari permukaan
planet sejauh 7000 mil sampai kurang lebih 37000 mil. Sabuk ini berbentuk pipih
setelah 10 mil. Sabuk ini berupa debu dan ternyata berputar mengelilingi planet
dengan kecepatan yang berbeda, sabuk bagian dalam lebih cepat daripada sabuk
bagian luarnya dan kemudian sabuk ini disebut sebagai cincin.
Gambar 1
Sebuah penelitian yang ditulis dalam Jurnal Nature menyatakan
cincin Saturnus adalah sisa-sisa bulan, yang terkoyak jutaan tahun lalu,
kemudian mengelilingi planet. Meskipun masih memerlukan pembuktian, teori
sisa-sisa bulan (atau satelit) ini cukup kuat. Sejak lama, ilmuwan
berbeda pendapat tentang asal-usul cincin yang mengelilingi Saturnus. Ada juga
yang mengatakan cincin ini adalah tinggalan material nebula yang membentuk
Saturnus. Tak ketinggalan, ada yang beranggapan cincin itu terbentuk dari
sisa-sisa komet yang menabrak atau saat gravitasi planet ini mencerai-beraikan
komet yang melintas terlalu dekat. Namun, menurut
penelitan dalam Jurnal Nature, kemungkinan terakhir itu akan membuat cincin
Saturnus kaya batu-batuan dan es. Padahal cincin Saturnus saat ini 90 hingga 95
persennya terdiri dari air es. Meskipun memang cincin ini telah tercemari debu
dan puing-puing luar angkasa. Kemungkinan kedua diabaikan karena jika cincin
itu bentukan dari nebula maka akan tidak stabil dan tidak mampu bertahan hingga
saat ini.
Seperti
dipublikasi Jurnal Nature, kemungkinan pertama adalah yang paling mungkin
terjadi. Menurut Robin Canup dari Southwest Research Institute di Boulder,
Colorado, AS yang merupakan penulis dalam laporan di jurnal iru, Saturnus dulu
memiliki banyak bulan raksasa sebesar satelit terbesarnya saat ini, Titan. Sekitar
4,5 miliar tahun lalu, saat bulan seukuran Titan mendekat, gravitasi Saturnus
menariknya dan membuat lapisan es satelit ini terlepas. Lapisan es inilah yang
membentuk cincin Saturnus. Sementara itu, inti satelit yang berbatu-batu tetap
utuh dan akhirnya menabrak Saturnus. Proses
ini terjadi beberapa kali dengan bulan-bulan seukuran Titan yang berbeda. Tiap
peristiwa kemungkinan mengganggu dan merusak sistem cincin sebelumnya. Jadi, yang
kita lihat saat adalah serpihan bulan terbesar terakhir yang tertelan Saturnus.
“Model ini menunjukkan cincin tersebut adalah hal yang pokok. Mereka terbentuk
dari proses yang sama yang membuat Titan satu-satunya satelit terbesar
Saturnus. Dan ini adalah satu-satunya penjelasan konsisten untuk satelit yang
kaya es,” kata Canup. Es yang terlepas dari satelit-satelit itu bisa membentuk
sistem cincin 10 hingga 100 kali lebih besar dari yang kita lihat saat ini.
Tapi, cincin ini menyusut seiring waktu.
Kemudian “Cincin spektakuler yang penuh warna itu
merupakan bukti yang tersisa,” kata Robin Canup, astronom dari Southwest
Research Institute, seperti dikutip dari Nature, 13 Desember 2010. “Saat bulan
itu menuju kematian, Saturnus merampas lapisan es terluar milik bulan itu dan
membentuk cincin,” ucapnya. Menurut Joe Burns, astronom asal Cornell University,
Amerika Serikat, yang tidak terlibat dalam penelitian, misteri cincin Saturnus
menjadi teka-teki bagi umat manusia selama beberapa abad. Meski demikian, Burns
menyebutkan, teori yang dikemukakan Canup dan timnya masuk akal. Sebelum ini, teori yang mengemuka adalah bulan-bulan
Saturnus saling bertumbukan atau asteroid telah menabrak ke beberapa bulan itu.
Debu dan partikel pecahannya lah yang kemudian membentuk cincin. Yang jadi masalah, bulan-bulan milik Saturnus terdiri
dari separuh es dan separuh bebatuan, sedangkan ketujuh cincin yang dimiliki
planet itu 95 persennya terdiri dari es. “Bahkan mungkin sebelumnya seluruh
material cincin itu adalah es,” ucapnya. Jika
cincin terbentuk dari tabrakan antar bulan atau asteroid yang menabrak bulan,
seharusnya ada lebih banyak bebatuan di cincin planet Saturnus. “Sesuatu telah
merampas es milik sebuah bulan yang besar dan meninggalkan es itu menjadi
cincin Saturnus,” ucap Canup. Cincin
Saturnus sendiri, menurut Canup, awalnya 10 sampai 100 kali lebih besar
dibanding saat ini. “Sejalan dengan waktu, es di bagian luar cincin telah
menyatu ke dalam beberapa bulan milik Saturnus,” kata Canup. “Berarti, apa yang
dimulai dari bulan, telah menjadi cincin, dan kini kembali menjadi bulan,”
ucapnya.
Disamping itu Kini kita tahu bahwa Saturnus memiliki
tujuh cincin besar, yang dipisahkan oleh celah-celah kosong yang disebut
‘divisi’. Tapi, pemahaman kita mengenai cincin Saturnus masih berevolusi.
Baru-baru ini sekelompok peneliti berhasil mengukur kecerlangan dan temperatur
cincin-cincin Saturnus secara lebih detil daripada sebelum-sebelumnya. Mereka
menemukan bahwa satu cincin tampaknya jauh lebih terang daripada dua cincin
sebelahnya saat dilihat dalam citra termal, artinya cincin itu lebih panas.
Anehnya, celah bernama ‘Divisi Cassini’ juga bersinar terang dalam citra-citra
termal, menunjukkan bahwa celah ini tidak sekadar ruang kosong antar-cincin. Kita
menduga area ini lebih panas karena mengandung lebih sedikit partikel sehingga
Matahari lebih mudah memanasi daerah tersebut. Selain itu, partikel-partikel di
sana lebih gelap sehingga menyerap lebih banyak panas. Di pihak lain, Divisi
Cassini tampak kosong dalam citra-citra normal sementara cincin-cincin di
dekatnya yang mempunyai lebih banyak partikel memantulkan lebih banyak cahaya
matahari dan tampak lebih terang.
Referensi :
Nasrudin, harun.
2012. Sains dasar. Surabaya: Unesa
university press
National geographic. 2017. Rahasia cincin Saturnus. http://nationalgeographic.co.id/berita/2017/03/rahasia-cincin-saturnus. 13 Maret 2018
National geograpic. 2010. Cincin Saturnus terbentuk dari
satelit raksasa. http://nationalgeographic.co.id/berita/2010/12/cincin-saturnus-terbentuk-dari-satelit-raksasa 13 Maret 2018
Firman, muhammad. 2010. Teori baru asal muasal cincin
Saturnus. https://www.viva.co.id/digital/193564-teori-baru-asal-muasal-cincin-saturnus. 13 Maret 2018
0 comments:
Post a Comment