Pages

Wednesday, March 21, 2018

HUBUNGAN ANTARA PRASANGKA MASYARAKAT TERHADAP MUSLIMAH BERCADAR DENGAN JARAK SOSIAL

ANISA AYU KARLINA, TRIANA FIRDATUS, SAMIK.

Abstrak
 Hubungan antara prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar dengan jarak sosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar dengan jarak sosial. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 80 orang yang dipilih berdasarkan teknik Random Sampling. Teknik analisis data menggunakan uji normalitas dan linearitas serta uji korelasi product moment dari Karl Pearson menggunakan SPSS 16.0 for windows. Hasil uji korelasi kedua variabel menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara prasangka dan jarak sosial. Dengan demikian hipotesis kerja yang dikemukakan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara prasangka dan jarak sosial dan hipotesis diterima.

ISI
 Pemeluk islam di Indonesia khususnya muslimah pada umumnya menggunakan pakaian muslimah dan jilbab sebagai alternatif untuk menutup aurat. Menambahkan bahwa pakaian bukan semata kain pembungkus tubuh tapi juga menjadi tanda yang membangkitkan makna-makna sosial. Jilbab diartikan sebagai khazanah berpakaian wanita muslim di Indonesia. Rahmat (Wijayani, 2011) juga mengungkap kan bahwa salah satu fenomena menarik terkait dengan merebaknya penggunaan busana islami adalah penggunaan cadar dikalangan muslimah.

Cadar dalam islam adalah jilbab yang tebal dan longgar yang menutupi seluruh aurat termasuk wajah dan telapak tangan. Hampir seluruh kota yang ada di Indonesia terdapat wanita bercadar. Dapat kita ketahui bahwa penggunaan cadar kini telah menyebar kesegala daerah, namun penolakan serta persepsi masyarakat terhadap perempuan yang menggunakan cadar sering dianggap sebagai sikap fanatisme terhadap agama bahkan tidak jarang juga mereka dikaitkan dengan kelompok islam radikal. Cadar kini juga menghadapi penolakan teknis terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik. Mereka menganggap bahwa alasan dibalik penggunaan cadar oleh muslimah adalah keengganan mereka untuk bersosialisasi dengan masyarakat (Sadli, 1999). Dari hasil wawancara dari dua orang subjek terdapat perbedaan pendapat antara individu yang memiliki kedekatan khusus dengan muslimah bercadar dengan individu yang sama sekali tidak memiliki hubungan dekat dengan muslimah bercadar, sehingga dalam hal ini terlihat adanya jarak akibat perbedaan suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

Dalam kehidupan sehari-hari seorang individu dapat melihat bagaimana hubungannya dengan orang lain, ada individu yang lekat hubungannya, namun ada juga individu yang kurang lekat hubungannya. Hal tersebut biasanya akan membawa perbedaan dalam jarak sosial (Walgito, 2011). Konsep jarak sosial (social distance) mencoba mengukur dekat jauhnya suasana psikologis antara satu individu yang diklasifikasikan dalam suatu kelompok tertentu dengan individu-individu dari kelompok lain. Menurut Doob (dalam Liliweri, 2005) Jarak sosial merupakan perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan tertentu. Senada dengan hal itu menurut Chaplin, J.P (2011), jarak sosial merupakan suatu bentuk tingkatan atau derajat untuk melihat sejauh mana seorang individu atau kelompok memperlihatkan perbedaan mereka dari individu atau kelompok lainnya, sedangkan menurut pendapat Henslin (2006), jarak sosial adalah kadar untuk mengukur kedekatan atau penerimaan yang kita rasakan terhadap kelompok lain.

Distance (jarak sosial) juga merupakan jarak psikologis yang terdapat diantara dua orang atau lebih yang berpengaruh terhadap keinginan untuk melakukan kontak sosial yang akrab. Jarak sosial menunjuk kepada kemungkinan relasi atau hubungan sosial antara pelaku tertentu, mengingat seberapa jauh seseorang tersebut atau suatu kelompok dapat bergabung atau bertemu. Seperti yang dikemukakan oleh Sherif dan Sherif (dalam Susetyo, 2007) yang menyebutkan bahwa jarak sosial merupakan suatu dimensi interaksi antara anggota kelompok yang berbeda yang merentang dari keintiman hingga keterpisahan yang mutlak (tidak ada hubungan sama sekali). Batasan rentangan tersebut dipengaruhi oleh norma-norma yang mengatur situasi tempat interaksi terjadi atau dilakukan. Dalam setiap kontak manusia jarak sosial akan selalu ada, seseorang membuat jarak sosial dengan orang lain juga memiliki tujuan tertentu (Pudjiwati, 1985). Keadaan ini akan berpengaruh juga pada interaksinya. Orang dengan jarak sosial yang dekat akan membawa interaksi yang lebih intens dari pada orang dengan jarak sosial yang jauh (Walgito, 2011).

Jadi dari beberapa pengertian mengenai jarak sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa jarak sosial merupakan suatu perilaku yang menggambarkan derajat hubungan antar kelompok, yang dipengaruhi oleh norma-norma yang mengatur situasi dimana hubungan itu dilakukan. Jarak sosial bisa terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kelompok primer, adanya kelompok dominan, dan stereotip kelompok (Widiyatmadi, 1999). Pada umumnya jarak sosial yang cukup rendah akan menghadirkan prasangka dalam berbagai kelompok. Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai Relasi antara etnis Cina dan etnis Jawa berdasarkan Stereotip dan Jarak Sosial oleh Susetyo (2007), disebutkan bahwa relasi antara etnis cina dan etnis jawa berlangsung wajar karena masing-masing pihak mampu melihat sisi positif pihak lain.

Hambatan untuk menjalin relasi yang lebih intensif dipicu oleh adanya perbedaan orientasi budaya dan kesempatan kontak. Jika salah satu pihak mampu berpikir positif terhadap pihak lain maka akan menghadirkan jarak sosial yang rendah dan begitu juga sebaliknya. Seperti yang diungkapkan oleh Sears, dkk (1994) bahwa apabila ada dua etnis dalam suatu wilayah tidak berbaur akrab, maka kemungkinan terdapat prasangka dalam wilayah tersebut cukup besar. Sebaliknya prasangka juga melahirkan adanya jarak sosial. Semakin besar prasangka yang timbul, maka semakin besar jarak sosial yang terjadi. Prasangka bisa muncul dimana saja dan oleh siapa saja. Baron & Byrne, (2004) juga mendefinisikan prasangka, dimana prasangka adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Seseorang yang memiliki prasangka terhadap seorang individu ataupun suatu kelompok tertentu cenderung mengevaluasi anggotanya dengan cara yang sama (secara negatif) semata hanya karena mereka termasuk dalam kelompok tertentu.

Prasangka juga didasarkan pada prapenilaian yang sering kali merefleksikan evaluasi yang dilakukan sebelum tahu banyak tentang karakteristik seseorang (Sears, dkk, 2009). Menurut Liliweri (2005), prasangka mengandung sikap, pikiran, keyakinan, kepercayaan dan bukan tindakan. Prasangka tetap ada dipikiran, sedangkan diskriminasi mengarah ke tindakan. Prasangka memiliki kualitas suka-tidak suka yang sama dengan dimensi afektif. Tetapi prasangka memiliki kualitas tambahan berupa penilaian pendahuluan (prejudgment).

Banyak masyarakat yang memandang sebelah mata mengenai cadar tanpa terlebih dahulu mengenal karakteristik dan makna cadar itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Jang, H., dkk (2012) menyebutkan bahwa prasangka dan jarak sosial yang meliputi keyakinan dan sikap terhadap penyakit jiwa meningkat pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2009. Jarak sosial individu pada penyakit mental tidak hanya ditentukan oleh faktor individual saja, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan, dengan kata lain jarak sosial memiliki perbedaan dengan prasangka dalam hal konsep dan karakteristik.

Cadar belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat Indonesia secara umum, karena pemahaman akan cadar masih berjarak dengan budaya setempat. Cara pandang masyarakat mengenai cadar menghadirkan persepsi yang berbeda-beda dan sering menimbulkan prasangka yang tidak baik (Ratri, 2009). Biasanya dengan adanya prasangka negatif pihak pelaku cenderung mengambil jarak sosial terhadap pihak yang menjadi sasaran prasangka tersebut. Semakin besar dan lama pengambilan jarak sosial yang dilakukan semakin mengakumulasikan benihbenih relasi sosial yang tidak harmonis (Widiyatmadi, 1999).

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif karena data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif yang akan diolah dengan teknik statistik (Yusuf, 2005). Dalam penelitian ini variabel independen (variabel X) adalah prasangka, sedangkan yang dijadikan variabel dependen (variabel Y) adalah jarak sosial.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat laki-laki dan perempuan di Kota Bukittinggi. Sampel dari penelitian ini yaitu menggunakan teknik sampel random, yaitu teknik sampel dilakukan dengan jalan memberikan kemungkinan yang sama bagi individu yang menjadi anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel penelitian, teknik ini menerapkan azas tanpa pilih-pilih. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data di lapangan dalam intrumen penelitian ini adalah 1) skala jarak sosial bogardus untuk mengungkap jarak sosial masyarakat, dan 2) skala likert untuk mengungkap prasangka masyarakat.

HASIL DAN BAHASAN

Hasil
Deskripsi data dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu rerata empiris dan rerata hipotetik penelitian yang diperoleh melalui skala prasangka dan skala jarak sosial yang dapat dilihat pada tabel 

Tabel 7
Rerata Hipotetik dan Rerata Empiris Prasangka dan Jarak Sosial
Variabel
Skor hipotetik

Skor Empiris
Min
Max
Mean
SD
Min
Max
Mean
SD

Prasangka
35
140
87,5
17,5
67
124
82,63
16,83
Jarak Sosial
0
26
13
4,3
0
13
7,72
3,36

Pada data diatas didapatkan mean empirik skala prasangka lebih besar dari mean hipotetiknya (μe = 92.63 > μh = 87.5). Hal ini berarti menunjukkan bahwa secara umum skor prasangka tinggi. Demikian pula terlihat pada variabel jarak sosial bahwa mean empiriknya lebih kecil dari mean hipotetiknya (μe = 7.72>μh = 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum skor jarak sosialnya rendah.
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data variabel yang  diteliti berdistribusi normal atau tidak. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normalitas sebaran data adalah jika p > 0.05 sebaran dikatakan normal atau jika p < 0.05 maka sebaran dianggap tidak normal. Berikut tabel uji normalitas sebaran variable prasangka dan jarak sosial.

Tabel 12
Hasil Uji Normalitas Sebaran Variabel Prasangka dan Jarak Sosial
Variabel

SD

Mean

K-SZ

Asym sig (2-tailed)

Ket
Prasangka
16,83

92,63

1,484

0,024

Normal

Jarak Sosial
3,36

7,72

0,877

0,425

Normal


Hasil dari uji normalitas sebaran variabel prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar pengendara diperoleh nilai K-SZ = 1.484 dan p = 0.024 (0.024 > 0.05 ), sedangkan pada variabel jarak sosial diperoleh nilai K-SZ = 0,877 dan p = 0.425 (0.425 > 0.05). Pada nilai uji linieritas dari prasangka dan jarak sosial terhadap muslimah bercadar didapatkan nilai sebesar F = 85,34 yang memiliki p = 0,001 (p < 0,05), dengan demikian berarti linieritas dalam penelitian ini dapat terpenuhi.
Kemudian hasil uji hipotesis penelitian dengan product moment berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa koefisien korelasi prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar dengan jarak sosial adalah sebesar r = 0.714 dengan p = 0.000 (p < 0.05), ini berarti hipotesis diterima.

Bahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, terdapat korelasi yang positif antara prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar dengan jarak sosial, terlihat dari nilai r = 0.714 dan p = 0.000 (p < 0.05). artinya semakin tinggi prasangka masyarakat maka semakin tinggi jarak sosial yang ditimbulkan masyarakat, begitu juga sebaliknya. Hal ini senada dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sears dkk, (1994), bahwa pada umumnya prasangka hadir dalam kondisi dimana jarak sosial yang ada diantara berbagai kolompok tersebut cukup rendah.

Dalam hal ini Baron dan Graziano (1991) mendefinisikan prasangka sebagai suatu sikap negatif terhadap kelompok sosial tertentu, dimana prasangka merupakan aspek penting dalam hubungan antar kelompok. Salah satu faktor prasangka yang berpengaruh besar yaitu Individual differences, yaitu perbedaan faktor kepribadian seseorang. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat dari perbedaan jenis kelamin didapatkan bahwa pada umumnya subjek yang berjenis kelamin wanita prasangka dan jarak sosialnya lebih tinggi dibandingkan dengan prasangka dan jarak sosial subjek yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya jenis kelamin memberikan hasil yang berbeda dalam melihat bagaimana seseorang berprasangka dan melakukan hubungan sosial.

Dalam konteks sosial, keberadaan perempuan bercadar masih belum dapat diterima secara penuh oleh masyarakat penggunaan cadar yang dilakukan oleh para perempuan tersebut dianggap mengganggu proses hubungan antar pribadi dalam bermasyarakat.

Jika dilihat melalui kategorisasi aspek prasangka didapatkan bahwa prasangka negatif tertinggi terletak pada aspek afektif, yaitu aspek ini melibatkan perasaan atau emosi (negatif), dimana menurut Azwar (2003) reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan (apa yang dipercayai) sebagai sesuatu yang benar dan berlaku bagi objek tertentu, sehingga pada aspek ini terdapat sekitar 47 orang yang memiliki skor negatif terhadap muslimah bercadar. Pada aspek-aspek lain juga didominasi oleh prasangka negatif yang lebih tinggi dibandingkan prasangka positif, seperti pada aspek kognitif sebanyak 46 orang subjek dan pada aspek konatif sebanyak 42 orang subjek. Ketiga aspek tersebut memberi gambaran bahwa prasangka negatif lebih mendominasi dari prasangka positif dari setiap aspeknya., artinya pandangan serta sikap masyarakat terhadap muslimah bercadar memiliki nilai prasangka yang tinggi dalam kategori negatif.

Pada aspek-aspek jarak sosial dapat dilihat bahwa hubungan masyarakat dengan muslimah bercadar dari setiap aspeknya bervariasi, mulai dari hubungan yang sangat dekat sampai hubungan yang sangat jauh, dimana menurut Walgito (2011) seorang individu dapat melihat bagaimana hubungannya dengan orang lain, ada individu yang lekat hubungannya, namun ada juga individu yang kurang lekat hubungannya. Pada aspek relasi antar pribadi didapatkan bahwa jarak sosial masyarakat terletak pada kategori tinggi, hal ini berarti masyarakat memiliki hubungan jauh atau kurang lekat dengan muslimah bercadar. Sedangkan pada aspek relasi ditempat tinggal didapatkan bahwa jarak sosial masyarakat terletak pada kategori sedang, hal ini berarti sebagian masyarakat memiliki hubungan yang tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh dengan muslimah bercadar, selanjutnya pada aspek relasi dilingkungan masyarakat didapatkan bahwa jarak sosial masyarakat terletak kategori sangat rendah, artinya sebagian masyarakat bersedia bergabung dengan muslimah bercadar dalam suatu kegiatan tertentu, jarak sosial antara masyarakat dengan muslimah bercadar pada aspek ini digolongkan rendah karena masyarakat taraf kedekatan hubungan mereka tidak terlalu jauh dan memiliki indikasi kedekatan khusus dengan muslimah bercadar pada kegiatan tertentu.

Melalui aspek-aspek jarak sosial tersebut kita menemukan bahwa hubungan masyarakat dengan muslimah masyarakat ditentukan oleh sejauh mana proses interaksi yang terjadi antara mereka, sehingga dapat dilihat sejauh mana kedekatan masyarakat dengan muslimah bercadar mulai dari hubungan yang intim sampai pada hubungan yang kurang intim sesuai dengan aspek jarak sosial yang telah diuraikan. Maka didapatkan hasil bahwa jarak sosial masyarakat yang tinggi terletak pada aspek relasi antar pribadi, hal ini berarti masyarakat memiliki hubungan sosial yang jauh dengan muslimah bercadar.

Dari kedua variabel tersebut didapatkan hasil yang signifikan yaitu bahwa prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar dengan jarak sosial pada dasarnya memiliki efek berbeda dalam skor penilaiannya, dimana masing-masing variabel saling mempengaruhi satu sama lain. Skor yang dihasilkan memperlihatkan korelasi yang positif, dengan tingginya prasangka masyarakat yang dikategorikan negatif, maka jarak sosial masarakat juga semakin jauh, hal ini sanada dengan penelitian sebelumnnya yang dilakukan oleh Corrigan (2001) yang memperlihatkan korelasi positif terhadap kedua variabel tersebut.

Berdasarkan teori-teori yang telah diungkapkan oleh para ahli tentunya berkaitan dengan hasil penelitian yang telah peneliti teliti. Bahwa pada dasarnya semakin besar prasangka yang timbul, maka semakin besar jarak sosial yang terjadi.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ; 1) Secara umum prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar tinggi, artinya masyarakat memiliki pandangan negatif dengan kelompok muslimah, 2) jarak sosial masyarakat berada pada kategori sedang yaitu masyarakat memiliki indikasi kedekatan yang kurang intim dengan muslimah bercadar, hubungan masyarakat dengan muslimah bercadar hanya berkisar pada kegiatan-kegiatan tertentu, 3) Terdapat hubungan yang positif antara prasangka masyarakat terhadap muslimah bercadar dengan jarak sosial dengan koefisien korelasi sebesar r = 0.714 dengan p = 0.000 (p < 0.05). Hal ini berarti semakin tinggi prasangka maka semakin tinggi pula tingkat jarak sosial masyarakat.






Daftar Pustaka
Azwar, S. (2003). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya.Edisi 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, & Byrne, (2004). Psikologi Sosial 2. Jakarta: Erlangga.
Baron, Robert M. & Graziano, William G. (1991). Social psychology. USA : Holt,Rinehart & Winston, Inc.
Chaplin, J.P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Corrigan, P, W. dkk. (2001). Prejudice, Social Distance, and Familiarity with Mental Illness. Schizophrenia Bulletin, 27 (2).
Henslin, James M. (2006). Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi Edisi 6. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Heru, P., dkk. (2010). Identitas Perempuan Indonesia: Status, Pergeseran Relasi Gender, dan Perjuangan Ekonomi Politik. Depok: Desantara Foundation.
Jang, H., dkk. (2012). Factors Affecting Public Prejudice and Social Distance on Mental Illness: Analysis of Contextual Effect by Multi-level analysis. Journal of Preventive Medicine and Public Health,45 (2), 90-97.









Pengoreksi
Triana Firdatus Sholekhah
16040254008
Saran:
1. Sebaiknya dalam penulisan setiap paragraf kalimat utama diketik secara menjorok, agar              pembaca tahu bahwa itu merupakan sebuah paragraf.
2. Tidak ada ilustrasi yang mendukung,  sehingga kurang menarik pembaca.
Tanggal pemberi tugas          : 20 Maret 2018
Tanggal pengembalian tugas : 20 maret 2018



0 comments:

Post a Comment