Pages

Friday, March 23, 2018

RELASI EPISTEMIK HEGEMONI POLITIK BARAT TERHADAP KONFLIK SURIAH



Sri, Nur, Samik
Nasionalisme di Timur Tengah hingga saat ini belum mampu menimbulkan suasana damai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini melahirkan tesis bahwa Nasionalisme yang berkembang di sana sebenarnya tidak lepas dari pengaruh atau bahkan sketsa Eropa Barat untuk memecah belah kekuatan dunia Islam. Kolonialisme yang menghegemoni Timur Tengah mendorong lahirnya Nasionalisme. Turbulensi politik di Suriah dimulai sejak Maret 2011 yang ditandatangani oleh eksistensi. Tulisan tangan di dinding sekolah oleh 15 siswa berusia 9-15 tahun di kota kecil, Deraaa, Suriah Tenggara berbatasan dengan Jeddah. Tulisan tersebut mengatakan “Shaab Yoreed Eskaat al nizami” atau masyarakat ingin rezim jatuh. Jendral Atef Najib, sepupu Presiden Bashar al Assad mengajak dan memenjarakan para siswa ini. Akibatnya, protes menuntut kebebasan anak dan kebutuhan akan kebebasan masyarakat tidak bisa dihindari pemberontakan meluas. Turbulensi di Suriah telah dilakukan selama 20 bulan dengan sekitar 36.000 korban jiwa, 20.000 luka-luka, dan 100.000 menjadi pengungsi di berbagai negara

 
Isi
Suriah (Syria), secara resmi bernama Republik Arab Suriah, adalah sebuah negara yang terletak di wilayah Asia Barat. Di sebelah barat Suriah berbatasan dengan Lebanon dan Laut Mediterania. Di sebelah utara, Suriah berbatasan dengan Turki, sedangkan di Timur berbatasan dengan  Yordania Selatan, dan Israel. Ibu kota Suriah adalah Damaskus.


Hafez Al-Assad menjadi Presiden Suriah pada 22 Februari 1971, dan berkuasa sampai Juni 2000. Kekuasaannya yang lebih dari 30 tahun menjadikan Hafez Al-Assad sebagai tokoh yang paling berpengaruh di Timur Tengah. Sistem pemerintahan presidensil merupakan sistem pemerintahan dimana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dari kekuasaan legislatif, hal ini memudahkan Hafez Al-Assad untuk mencalonkan penerusnya melalui partai Ba’ath. Sistem parlemen Suriah bernama majilis al-Shaab terdiri dari 250 kursi. Setiap anggota dipilih lewat pemilu untuk masa bakti 4 tahun.

 
                                                            Bashar Al-Assad
Hafez Al-Assad telah mempersiapkan anak lelakinya, Basil Al-Assad, untuk menjadi presiden, namun ia meninggal dalam kecelakaan mobil pada tahun 1994, sehingga ditunjuklah Bashar Al-Assad sebagai pengganti Hafez Al-Assad yang kala itu sedang berada di London. Setelah kembali ke Suriah, Bashar Al-Assad dilatih secara bertahap agar siap menggantikan ayahnya sebagai presiden. Tahap pertama, dibangunlah sebuah kekuasaan dukungan di bidang militer dan perlindungan. Kedua, image Bashar Al-Assad diperbarui dan diperkuat di depan publik. Ketiga, Bashar Al-Assad diperkenalkan lebih mendalam dengan mekanisme untuk mengatur negara.

Naiknya Bashar Al-Assad Menjadi Presiden
      A.    Sekilas Mengenai Bashar Al-Assad
Lahir di Damaskus pada tanggal 11 September 1965, Bashar Al-Assad adalah putra kedua dari mantan Presiden Suriah Hafez Al-Assad dan istrinya Anisa. Bashar Al-Assad dididik di Arab-French Al Hurriya School Damaskus untuk fasih berbahasa Inggris dan Prancis. Bashar Al-Assad lulus dari sekolah tinggi pada tahun 1982 dan melanjutkan studi kedokteran di Universitas Damaskus, lulus pada tahun 1988. Bashar Al-Assad melakukan residensi di Tishreen Military Hospital luar kota Damaskus, dan kemudian berpindah ke Western Eye Hospital di London, Inggris pada tahun 1992.
Bashar Al-Assad dan keluarganya secara madzhab menganut Syiah, namun Syiah yang berbeda dengan Syiah Iran. Bashar Al-Assad bukanlah pendukung dari konsep Wilayatul Fakih atau pemerintahan ulama di Iran. Bashar Al-Assad berpandangan hidup dan politik sekuler ala Barat. Fakta ini juga diperkuat bahwa di sekelilingnya terdapat banyak ulama Sunni yang mendukung kepemimpinannya. Belum lagi bahwa mayoritas pasukan Suriah adalah Sunni dan bukan Syiah.
B.Karir Sebelum Menjadi Presiden
Usaha untuk memperkenalkan Bashar Al-Assad kepada jajaran Partai Ba’ath, militer dan rakyat Suriah terus dilakukan. Pada tahun 1997, wajah Bashar Al-Assad sudah mulai muncul di poster-poster yang dipasang dimana-mana. Jika Basil Al-Assad di sebut sebagai “The Example”, Bashar Al-Assad disebut sebagai “The Future”. Pemindahan kekuasaan dari Hafez Al-Assad kepada putranya berjalan dengan lancar. Untuk memudahkan rencana tersebut, Hafez Al-Assad merubah konstitusi mengenai batas minimal seseorang untuk menjadi presiden yaitu minimal 34 tahun agar Bashar Al-Assad bisa segera menduduki jabatan sebagai presiden.
Di hari pelaksanaan referendum, Minggu 10 Juli 2000, rakyat Suriah memberikan suara di 11.185 tempat pemungutan suara yang tersebar di seluruh pelosok negeri. pada hari Selasa, 12 Juli 2000 menteri Dalam Negeri (demisioner) Mohammed Herba mengumumkan hasil referendum bahwa pemenangnya adalah Bashar Al-Assad dengan rincian 8.931.623 suara yang masuk dan dinyatakan sah sebanyak 97,29 persen. Sebanyak 22.439 suara tidak memilih Bashar Al-Assad, dan 219.313 suara dinyatakan rusak dan tidak sah. Dengan terpilihya Bashar Al-Assad sebagai presiden, maka dia masuk dalam barisan generasi baru pemimpin Timur Tengah. Selain masih muda, Bashar Al-Assad juga pernah mengenyam pendidikan Barat, sehingga hal itu membuat perbedaan antara kepemimpinannya dengan sang ayah yakni Hafez Al-Assad.

C.Bashar Al-Assad Menjadi Presiden
Bashar Al-Assad secara resmi dilantik menjadi presiden pada 17 Juli 2000 untuk masa jabatan 7 tahun. Ketika dilantik sebagai presiden, Bashar Al-Assad berjanji untuk menjadikan Suriah lebih modern dan demokratis. Dalam situs resminya, Bashar Al-Assad mengatakan akan membangun zona perdagangan bebas, mengizinkan lebih banyak koran swasta, dan juga Universitas swasta serta memberantas korupsi dan pemborosan keuangan yang dilakukan pemerintah.
Pada pertengahan 2001, Juru bicara pemerintahan dan Bashar Al-Assad sendiri serta-merta menggambarkan kaum reformis sebagai agen Barat yang hanya bermaksud untuk menggerogoti stabilitas internal Suriah dari dalam, untuk kepentingan musuh-musuh negara. Eyal Zisser menulis, pemerintahan yang berkuasa memerintahkan agar forum-forum yang bermunculan di Suriah ditutup. Bahkan, sejumlah aktivis dari kubu reformis yang bersuara lantang mengkritik pemerintahan yang berkuasa untuk dipenjara.





                                          Pembakaran diri oleh Mohammed Bouazizi
The Arab Spring (kebangkitan Arab) atau dengan istilah lain Revolusi Melati merupakan rangkaian protes yang berawal dari peristiwa di Tunisia pada 17 Desember 2010, yakni peristiwa pembakaran diri yang dilakukan oleh Mohammed Bouazizi sebagai protes atas korupsi dan kesewenangan sikap pemerintah Tunisia. Protes Tunisia kemudian menginspirasi gelombang kebangkitan yang menjalar ke Aljazair, Yordania, Mesir, Yaman, dan kemudian ke negara-negara lain.
Konflik Suriah Pada Masa Pemerintahan Bashar Al-Assad
A.Faktor-faktor Pemicu Konflik Suriah
1.Kesenjangan Ekonomi
 Juni 2000 Jean Shaoul dan Chris Marsden menyebutkan perekonomian Suriah  dalam masa kesulitan diantaranya, produksi minyak turun menjadi 400,000 barel per hari, Suriah kesulitan menjalankan pelayanan publik karena mengalami krisis, angka kelahiran tinggi dan pendapatan perkapita menurun.Suriah dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan dalam bidang ekonomi. Ditambah dengan utang luar negeri yang terus membengkak.
Produksi minyak per hari pada tahun 2010 tinggal 85.000 barrel, Padahal hasil ekspor minyak memberikan sumbangan sekitar seperempat dari pendapatan negara. Kondisi tersebut membuat perekonomian Suriah menjadi tidak stabil.
Perubahan iklim yang ekstrim sepuluh tahun belakangan juga mengakibatkan Suriah dan negara Timur Tengah semakin kering. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap sektor pertanian yang menghasilkan 20% GDP Suriah. Karena semakin buruknya kondisi perekonomian maka muncullah ketidakpuasan terhadap Pemerintahan mulai dari kelompok ekonomi yang terpinggirkan.
2. Kebijakan Militer
Semasa masih berkuasa, Hafez Al-Assad merupakan tokoh yang pantas diperhitungkan dalam percaturan politik di Timur Tengah.Hafez Al-Assad sangat menentang hegemoni Amerika dan Eropa serta pendudukan Israel. Hafez Al-Assad selalu berjuang baik dalam medan pertempuran maupun di meja perundingan untuk memulihkan hak-hak bangsa Arab, menghadapi agresi dan pendudukan Israel, konspirasi serta propaganda yang dilakukan zionis.
Sejak awal 1980an, Hafez Al-Assad mencanangkan kebijakan Suriah dalam konflik Arab-Israel yaitu kekuatan militer Suriah harus terus dibangun sampai mampu mengimbangi kekuatan militer Israel sekalipun tanpa bantuan dari negara-negara Arab lain.
Pada tahun 1985, Hafez Al-Assad mengucurkan dana sebesar 3,5 milyar dolar AS atau 35% dari anggaran belanja negara guna membangun sektor pertahanan. Itu belum termasuk pinjaman senilai 15 milyar dolar AS dari negara-negara Blok Soviet yang sebagian besar berbentuk bantuan alat-alat persenjataan. Setahun kemudian 1986, anggaran sektor pertahanan dinaikkan menjadi 56% dari seluruh APBN. Pada tahun 1988 Hafez Al-Assad juga membeli sejumlah peluru kendali jarak menengah dari RRC. Ada kesan bahwa pemerintah Suriah hanya ingin memajukan sektor militer saja karena anggaran belanja Suriah untuk mendanai kebutuhan pasukan militer sangat tinggi.
3. Sunni-Syiah
Konflik Sunni-Syiah yang berkepanjangan turut mewarnai politik kawasan Timur Tengah. Konflik Suriah tidak terlepas dari campur tangan di balik layar antara Amerika Serikat dan sekutunya yang mayoritas negara Sunni seperti Arab Saudi, Turki, Qatar melawan Rusia yang didukung China dan Iran. Kedua pihak (Amerika dan Rusia) gencar mengirimkan bantuan berupa uang, alat persenjataan, pelatihan militer.



Dr. Taufiq Al-Buthi seorang ulama Suriah dalam wawancaranya dengan LiputanIslam.com dapat disimpulkan, Ada tiga target utama dari konflik yang melanda Suriah sekarang. Pertama, menghancurkan Suriah. Kedua, mendistorsi dan mencoreng wajah Islam di mata dunia sebagai agama yang menyeramkan sekaligus menakutkan agar mereka menjauh dari risalah ini. Ketiga, menghabisi umat Islam di Eropa. Biarkan Muslim Eropa berjihad ke Suriah, ratusan bahkan ribuan dan biarkan mereka meninggal di Suriah. Konflik yang terjadi di Suriah bukan konflik sekterian dan agama yang membenturkan antara Sunni dan Syiah atau Muslim dan Non Muslim. Perang Suriah nyatanya tidak melibatkan sesama warga Suriah asli sama sekali. Tetapi konflik ini di setting agar melibatkan warga sesama Suriah.     
       

                  

Pergolakan politik di Suriah dimulai sejak Maret 2011 ditandai  dengan adanya coretan tulisan pada tembok sekolah oleh  15 orang pelajar berusia antara 9 – 15 tahun di kota kecil Deraa, sebelah Tenggara Suriah yang berbatasan dengan Yordania. Anak-anak ini kemungkinan terinspirasi oleh pergolakan di Tunisia yang menyebabkan Presiden Zainal Abidin bin Ali turun pada 14 Januari 2011, dan pergolakan Mesir yang mengakibatkan jatuhnya Presiden Hosni Mubarok pada 1 Februari 2011. Tulisan ditembok kurang lebih berbunyi As Shaab Yoreed Eskaat al nizami atau rakyat menginginkan rezim turun. Selanjutnya polisi Suriah yang dipimpin oleh Jendral Atef Najib, sepupu Presiden Bashir al Assad  menangkap dan memanjarakan anak-anak ini. Akibatnya,  gelombang protes  yang menuntut pembebasan anak – anak tersebut dan tuntutan kebebasan rakyat tidak dapat dihindari. Reaksi tentara yang berlebihan dengan cara menambaki demonstran yang mengakibatkan 4 orang meninggal tidak meredakan pembrontakan justru sebaliknya pembrontakan semakin meluas dari Deraa menuju kota–kota pinggiran Latakia dan Banyas di Pantai Mediterania atau laut Tengah, Homs, Ar Rasta, dan Hama di Suriah Barat, serta Deir es Zor di Suriah Timur.
Ketika tulisan ini dibuat pergolakan di Suriah sudah memasuki bulan ke-20 tanpa ada tanda-tanda akan berhenti dengan segera. Komunitas internasional mulai bertanya-tanya mengapa sampai sedemikian lama, dan benarkah Presiden Bashar al Assad yang meskipun seorang militer tetapi merupakan seorang dokter mata  tega membunuh rakyatnya sendiri? Tulisan ini akan mendiskusikan masa depan Suriah atas dasar kenyataan bahwa sudah kurang lebih 36.000 orang terbunuh, 28.000 orang hilang, dan 100.000 orang menjadi pengungsi di berbagai negara tetangga, suatu jumlah yang tidak dapat dikatakan sedikit mengingat jumlah penduduk Suriah hanya sekitar 22,5 juta orang. Masih adakah kemungkinan dibangkitkan kembali Persatuan Arab atau Pan-Arabisme yang pernah dipelopori oleh Suriah, juga persatuan Islam atau Pan- Islamisme karena 74 % penduduk Suriah merupakan Muslim Sunni, dan 10 % Muslim Alawi. 
Pan Arabisme pernah menyatu-kan negara-negara Arab dengan terbentuknya Liga Arab di tahun 1945, dan  dalam menghadapi Israel pada perang 1948, 1967, dan 1973. Suriah dengan penduduk 90,03% beretnik Arab sejak awal kemerdeka-annya telah menunjukkan kesetiaan atau nasionalime Arab. Sedangkan Pan-Islamisme pernah menyatukan negara-negara Islam ketika Masjidil Aqsa dibakar oleh seorang Yahudi,  sehingga negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam  berhasil membentuk Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1969.
Jika Pan – Arabisme dan pan – Islamisme gagal sebagai  landasan untuk mengatasi masalah Suriah, tidak dapat dihindari masa depan Suriah akan sangat tergantung pada komunitas internasional yaitu negara-negara yang memiliki hak Veto dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) khususnya Amerika Serikat, Rusia, dan Cina. Campur tangan asing dalam masalah Suriah sudah nampak sejak  terbentuknya Dewan Nasional Suriah (Syrian National Council/SNC). Dapatkah Dewan ini menggantikan rezim Bashar al Assad ?, masih merupakan pertanyaan besar mengingat Dewan Nasional Suriah ini masih mengandung potensi perpecahan yang tinggi.
Masa depan juga akan tergantung pada kesiapan para pengambil alih kekuasaan yang dalam hal ini disebut sebagai oposisi yaitu politisi Muslim Sunni yang selama ini melawan pemerintahan rezim Basyar al Assad, Ikhwanul Muslimun Suriah yang pernah dibantai oleh Presiden  Suriah Hafez al Assad  pada tahun 1982, Partai-Partai yang berhaluan Sosialis, atau keluarga Hafes al Assad yaitu Rafaat Assad, adik Hafes al Assad atau Fawwaz al Assad, sepupu Hafes al Assad yang berperan dalam pembantaian Ikhwanul Muslimin di tahun 1982. Kemungkinan lain yaitu Abdul Halim Khadam yang merupakan seorang Muslim Sunni yang paling bisa bekerjasama dan setia pada Hafez al Assad, pernah menjadi Mentri Luar Negeri (1970 – 1984), Wakil Presiden (1984 – 2005), dan Presiden dalam masa transisi setelah Hafes al Assad meninggal (10 Juni – 17  Juli 2000) . Abdul Halim Khadam kemudian diasingkan oleh Bashar al Assad karena dianggap membahaya-kan kekuasaan  Bashar. Di pengasingan Khadam membentuk oposisi yang dikenal sebagai “National Salvation Front in Syria” (NSFS) atau Front Penyelamatan Nasional Suriah yang dikhabarkan menerima bantuan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. Mereka ini merasa lebih berhak menggantikan Bashar al Assad.  

                                   
Solusi Konflik Suriah
Berbagai cara dilakukan PBB untuk menyelesaikan konflik di Suriah, diantaranya embargo ekspor-impor barang di Suriah, pembekuan aset, hingga pengutusan mantan sekjen PBB Kofi Annan untuk membawa proposal damai, namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan demi terciptanyaperdamaian di Suriah.

Perbedaan pendapat berkaitan dengan nasib presiden Bashar Al-Assad terus menjadi perbedabatan. Amerika Serikat, Arab Saudi danTurki menyerukan penghapusan Bashar Al-Assad dari system politik Suriah, akan tetapi ketiga negara juga berselisih tentang kehadiran Bashar Al-Assad dalam konferensi yang dilakukan oleh PBB. Amerika Serikat danTurki tidak menentang partisipasinya dalam konferensi, tapi Arab Saudi menolak gagasan itu dan menganggap Bashar Al-Assad tidak bias menjadi bagian dari proses politikSuriah.

DampakKonflik
Syrian Center for Policy Research merilis data terbaru korban perang Suriah selama lima tahun telah merenggut 470 ribu nyawa. Angka ini meningkat hamper dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya. The Guardian melaporkan ekspektasi hidup di Suriah turun menjadi 55, 4 tahun. Sebelum konflik hidup warga Suriah rata-rata diperkirakan bias mencapai 70 tahun.Konflik Suriah mengakibatkan kota-kota bersejarah menjadi hancur. Aleppo yang merupakan salah satu kota bersejarah terbesar Suriah telah hancur, kompleks Masjid Umayyah yang kuno dan sangat terkenal telah dihancurkan. Hampir semua tempat Warisan Dunia Suriah versi Badan Pelestarian Budaya PBB (UNESCO) telah rusak. Termasuk di kota sebelah utara Aleppo, kota kuno Bosra di selatan, salah satu istana abad pertengahan yang paling penting dilestarikan di dunia Crac des Chevaliers serta situs arkeologi Palmyra.


Kesimpulan
Meletusnya Arab Spring menjadi puncak ketidak puasan rakyat Suriah atas Pemerintahan yang berkuasa. Berawal dari demonstrasi kecil-kecilan, sekarang Suriah menjadi medan pertempuran oleh berbagai kalangan. Suriah menjadi negara yang mengerikan dimana korban berjatuhan mencapai ratusan ribu jiwa.
                                   

Suriah menjadi medan pertempuran antara pihak pro Pemerintahan yang didukung oleh Rusia, Iran dan China sedangkan oposisi didukung oleh Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Negara Eropa lainnya. Negara-negara tersebut aktif memberikan bantuan berupauang, persenjataan, maupun tentaranya guna mengalahkan satu sama lain. Keterlibatan negara lain dalam konflik Suriah bukan tanpa alasan, mereka berpartisipasi karena ada berbagai kepentingan di dalamnya.

                                   

Konflik Suriah setidaknya telah berjalan selama 7 tahun. Rakyat Suriah banyak yang memilih mengungsi baik di dalam maupun di luar negeri. PBB sebagai polisi dunia beberapa kali mengadakan pertemuan dan menyelenggarakan konferensi untuk masa depan Suriah, tetapi sampai saat ini belum ditemukan jalan keluar.

Situasi Suriah memang membingungkan, semua pihak terlibat konflik beraneka segi, pasukan pemerintah mengklaim bahwa oposisi adalah teroris begitu juga sebaliknya. Pasukan oposisi menganggap bahwa Bashar Al-Assad adalah teroris yang membantai ribuan bahkan ratusan orang.




Daftar Pustaka
K.H.Sidqon Maesur, Lc., M.A., Arifuddin, Lc., M.A., Eva Farhah Nasihun, S.S., M.A., Dr. Mahmud Hamzawi Fahim Usman, Lc., M.A. (Penerjemah Kedubes Saudi Arabia di Jakarta), Siti Muslifah, SS., M.Hum. 2012. Masalah Agama, Budaya, Sosial dan Politik Timur Tengah. Jurnal Study Timur Tengah. Vol V, Hal 1-125

Mohmmad Arifullah Ashaf. 2016. Akar Epistemik Hegemoni Politik Barat Terhadap Naasionalisme Di Timur Tengah. Jurnal Penelitian Social Keagamaan. Vol 24. Hal 225-250

Sulistio Hermawan. 2016. Konflik Pada Masaa Bashar Al-Assad Tahun 2011-2015. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

UNESA, TIM FMIPA 2012. Sains Dasar. Surabaya: Unesa University Press





REVIEWER
Reviewer 1                              : Nur Aida Wisprianti / 16040254041
Tanggal diberikan                   : 21 Maret 2018
Tanggal dikembalikan             : 23 Maret 2018
Saran:
Pada artikel RELASI EPISTEMIK HEGEMONI POLITIK BARAT TERHADAP KONFLIK SURIAH masih terdapat penulisan yang kurang rapi. Kemudian pada paragraf ke 20 terdapat kutipan "Tulisan ini akan mendiskusikan masa depan Suriah atas dasar kenyataan..." maka pembaca akan berfikir akan terdapat pembahasan mengenai solusi, namun dalam tulisan ini tidak terdapat solusi yang disuguhkan untuk permasalahan Suriah.
      Kemudian pada paragaraf selanjutnya yang membahas Dewan Nasional Suriah dikatakan bahwa dewan tersebut memiliki potensi perpecahan yang tinggi, namun tidak dijelaskan faktor - faktor yang dapat mempengaruhi perpecahan. Lebih baik jika terdapat pembahasan mengenai faktor yang mempengaruhi terjadinya perpecahan.
     Paragraf selanjutnya yang membahas mengenai aktor yang berpeluang mengkudeta kekuasaan Basyar Al-Assad terdapat kutipan "Ikhwanul Muslimun Suriah yang pernah dibantai oleh Presiden  Suriah Hafez al Assad  pada tahun 1982 ...". Kutipan ini berpotensi menimbulkan pertanyaan pada pembaca, dikarenakan disebutkan "ikhwanul muslimin yang pernah dibantai" kata "dibantai" berarti bahwa pembunuhan secara kejam dengan korban lebih dari seorang. Sehingga kemungkinan pembaca akan menafsirkan jamaah ikhwanul muslimin telah menjadi korban pembantaian. Sehingga timbul pertanyaan, siapa yang melakukan kudeta, jika ikhwanul muslimin telah menjadi korban pembantaian. Oleh karena itu, akan lebih jelas jika ditambahkan kata "keturunan" didepan ikhwanul muslimin. Maka yang akan melakukan kudeta adalah keturunan dari ikhwanul muslimin. Selain itu, akan lebih baik jika disebutkan peristiwa penyebab pembantaian yang dilakukan oleh Hafeez Al-Assad.

0 comments:

Post a Comment