Pages

Monday, March 19, 2018

penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran kurikulum

PENERAPAN PENDEKATAN ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013


PENULIS : Laila, Ucis, Samik.

ABSTRAK
Saat ini diberlakukan pembelajaran Tematik Terpadu bagi peserta didik mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran dimaksud adalah dengan menggunakan Tema yang akan menjadi pemersatu berbagai mata pelajaran. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi dan mencoba, mengasosiasikan dan menalar, dan menyajikan dan mengkomunikasikan hasil untuk semua mata pelajaran.Sejalan diawalinya penerapan  kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah, atau pendekatan saintifik, atau scientific aproach  menjadi bahan pembahasan yang menarik perhatian para pendidik. Penerapan pendekatan ini menjadi tantangan guru melalui pengembangan aktivitas siswa yaitu mengamati, menanya,  mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.

ISI
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi dan mencoba, mengasosiasikan dan menalar, dan menyajikan dan mengkomunikasikan hasil untuk semua mata pelajaran. Untuk materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.Saat ini diberlakukan pembelajaran Tematik Terpadu bagi peserta didik mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran dimaksud adalah dengan menggunakan Tema yang akan menjadi pemersatu berbagai mata pelajaran.
Pendekatan ilmiah pembelajaran antara lain meliputi aspek :
·         Mengamati
·         Menanya
·         Mengumpulkan informasi/ eksperimen
·         Mengasosiasikan/ mengolah informasi
·         Mengkomunikasikan

Langkah-langkah tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran Tematik Terpadu, dimana pembelajarannya menggunakan Tema sebagai pemersatu. Sementara setiap mata pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya tidak sama. Oleh karena itu agar pembelajaran bermakna perlu diberikan contoh-contoh agar dapat lebih memperjelas penyajian pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
Contoh Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu
1. Mengamati
Dalam proses mengamati, kegiatan belajar: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat),. Dalam penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik (Kelas 4 Sekolah Dasar) perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih dalam jenjang Sekolah Dasar, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual. Berikut contoh Tema 6 Indahnya Negeriku pada sub tema 2 Keindahan Alam Negeriku. Peserta didik diajak mengamati gambar, kemudian mereka diajak mengidentifikasi, tentang ciri-keindahan alam. Dengan mengamati gambar, peserta didik akan dapat secara langsung dapat menceritakan kondisi sebagaimana yang di tuntut dalam kompetensi dasar dan indikator, dan mata pelajaran apa saja yang dapat dipadukan dengan media yang tersedia.




Contoh objek gambar yang diamati siswa

Pengamatan gambar dapat dikembangkan dan dikaitkan dengan pengetahuan awal dari siswa sehinga proses pembelajaran dapat lebih menyenangkan dan membangkitkan rasa antusias siswa karena dapat mengaitkan pengalaman belajarnya dengan kehidupan nyata. Gambar-gambar yang diamati juga harus bervariasi dan dapat membangkitkan keingintahuan anak sehingga dapat memancing anak untuk bertanya hal hal yang ingin diketahui dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
2. Menanya
Kegiatan belajarnya: mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan hipotetik).
Peserta didik yang masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar tidak mudah diajak bertanya jawab apabila tidak dihadapkan dengan media yang menarik. Guru yang efektif seyogyanya mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Dengan media gambar peserta didik diajak bertanya jawab sekaligus membedakan karakteristik Keindahan alam negeri.
Beberapa contoh pertanyaan yang diharapkan muncul setelah pengamatan:
·         Apa nama-nama tempat wisata dalam foto-foto yang diamati ?
·         Di mana lokasi tempat-tempat wisata tersebut?
·         Kekayaan alam apa saja yang terkandung di tempat-tempat wisata tersebut?
Beberapa contoh jawaban yang diharapkan muncul setelah tanya jawab:
·         Nama tempat wisata, yaitu Gunung Bromo, sawah berundak Bali, Danau Toba, pantai dan wisata bawah laut Raja Ampat, dan hutan Kalimantan dll.
·         Lokasi di setiap pulau di Indonesia.
·         Kekayaan sumber daya alam hayati, seperti beragam tumbuhan dan hewan di laut, dan hewan serta tumbuhan di hutan. Juga sumber daya alam nonhayati seperti keindahan pantai pasir, danau, dan pegunungan.
Pada saat siswa mengamati dan menjawab pertanyaan guru, maka sudah memadukan dan mengakomodasi berbagai muatan pelajaran. Dari hasil pengamatan dan menanya diharapkan ada jawaban yang ilmiah yang memberikan pemahaman yang baik pada siswa.

3. Mengumpulkan informasi/ eksperimen
Kegiatan belajanya: melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas atau wawancara dengan narasumber. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan eksperimen, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada tema 6 kelas 4 ini misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep materi dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Contoh penerapan percobaan yang sesuai dengan tema dengan mengaplikasikan bentuk bidang dalam matematika dan ilmu pengetahuan alam:
·         Siswa membaca informas isingkat tentang Tebang Pilih Tanam (TPT)
·         Siswa melakukan 2 jenis percobaan untuk mengetahui fungsi pohon/tanaman bagi kehidupan di bumi.
·         Siswa melakukan 2 jenis percobaan. Untuk teknik pelaksanaannya, siswa bisa dibagi dalam beberapak elompok kecil dan minta setiap kelompok untuk mempersiapkan sendiri alat dan bahan percobaan.
Sebelum melakukan percobaan, minta siswa untuk melakukan prediksi/ hipotesis apa yang akan terjadi pada:
·         Tanah/bukit hijau/hutan: Gundukan tanah ditutup rumput yang disiram air.
·         Tanah/bukit gundul: Gundukan tanah tanpa rumput yang disiram air.
·         Setelah percobaan, siswa kemudian menuliskan apa yang terjadi pada dua jenis gundukantanah tersebut.
4. Mengasosiasi/ mengolah informasi
Kegiatan belajarnya: mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi; pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.

Apabila dikaitkan dengan contoh yang disajikan diatas, maka Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 adalah untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari perspektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu. Dalam menalar siswa dapat mengambil hikmahdari sikap dan pengetahuan yang didapa dari proses belajarnya.
 Proses menalar juga bisa diasah dengan dorongan guru dalam bertanya jawab dan memancing siswa untuk berpikir komplek misalnya seperti saat guru dan siswa membahas masalah kehidupan nelayan, di suatu tempat dimana mereka mengamati daerah pantai. apa yang bisa dilakukan guru dalam membimbing siswa untuk belajar menalar secara ilmiah seperti berikut :









Dari gambar di atas dan interaksi antara guru dan siswa akan menuntut untuk melakukan Higher Order Thinking yang sangat bermanfaat dalam kelanjutan proses belajarnya. Akan lebih mebrmakna proses pembelajarnnya jika siswa dapat langsung mencoba melakukan apa yang diamati, sitanyakan dan dinalar secara ilmiah dalam tindakan nyata.a
Pada tahapan mengolah ini juga peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Peserta didik secara bersama-sama, saling bekerjasama, saling membantu mengerjakan hasil tugas terkait dengan materi yang sedang dipelajari.

5. Mengkomunikasikan
Kegiatan belajarnya: menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Hasil tugas dikerjakan bersama dalam satu kelompok untuk kemudian dipresentasikan atau dilaporkan kepada guru. Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok dan atau individu. Yang sebelumnya di konsultasikan terlebih dulu kepada guru. Pada tahapan ini kendatipun tugas dikerjakan secara berkelompok, tetapi sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu. Sehingga portofolio yang di basukkan ke dalam file atau Map peserta didik terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu.
Pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar supaya peserta didik akan mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana pada Standar Proses.
      Model Pendekatan Ilmiah Scientific Approach Pada Implementasi Kurikulum2013 - Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah (scientific approach, saintifik) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradidional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran.   
Proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini:
1.        Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.   Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3.  Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4.    Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
5.        Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6.         Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7.        Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.










Menurut Checkland (1993), berdasarkan sejarah perkembangan ilmu, didapatkan tiga karakteristik utama dari pendekatan ilmiah, yaitu:
1.         Reductionism
2.         Repeatability
3.         Refutation
Reductionism adalah pendekatan yang mereduksi kompleksitas permasalahan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga dapat dengan mudah diamati dan diteliti. Pendekatan analitikal adalah nama lain dari reductionism, yaitu mencoba untuk mencari unsur-unsur yang menjelaskan fenomena tersebut dengan hukum sebab akibat. Asumsi dari reductionism ini adalah bahwa fenomena keseluruhan dapat dijelaskan dengan mengetahui fenomena dari unsur-unsurnya. Ada satu istilah yang sering digunakan dalam hal ini, yaitu keseluruhan adalah merupakan hasil penjumlahan dari unsur-unsurnya. Oleh karena itu, berfikir linier adalah juga merupakan nama lain dari reductionism.
Sifat kedua dari ilmu adalah repeatability, yaitu suatu pengetahuan disebut ilmu, bila pengetahuan tersebut dapat dicheck dengan mengulang eksperimen atau penelitian yang dilakukan oleh orang lain di tempat dan waktu yang berbeda. Sifat ini akan menghasilkan suatu pengetahuan yang bebas dari subyektifitas, emosi, dan kepentingan. Ini didasarkan pada pemahaman bahwa ilmu adalah pengetahuan milik umum, sehingga setiap orang yang berkepentingan harus dapat mengecheck kebenarannya dengan mengulang eksperimen atau penelitian yang dilakukan.
Sifat ilmu yang ketiga adalah refutation. Sifat ini mensyaratkan bahwa suatu ilmu harus memuat informasi yang dapat ditolak kebenarannya oleh orang lain. Suatu pernyataan bahwa besok mungkin hujan atau pun tidak, memuat informasi yang tidak layak untuk disebut ilmu, karena tidak dapat ditolak. Ilmu adalah pengetahuan yang memiliki resiko untuk ditolak, sehingga ilmu adalah pengetahuan yang dapat berkembang, sebagai contoh Teori Newton ditolak oleh Eisntein sehingga menghasilkan teori baru tentang relativitas. (Blog. Juli 12, 2008 )
Metode ilmiah merupakan ekspresi cara bekerja pikiran. Sistematika dalam metode ilmiah sesungguhnya merupakan manifestasi dari alur berpikir yang dipergunakan untuk menganalisis suatu permasalahan. Alur berpikir dalam metode ilmiah memberi pedoman kepada para ilmuwan dalam memecahkan persoalan menurut integritas berpikir deduktif dan induktif.
Berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan berdasarkan premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Metode deduktif menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan kepada yang khusus. Sedangkan berfikir induktif adalah penalaran yang mengambil contoh-contoh khusus yang khas untuk kemudian diambil kesimpulan yang lebih umum. Metode induktif menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah metode yang digunakan menarik kesimpulan dari hal yang khusus untuk menuju kepada kesimpulan bersifat umum.
Metode ilmiah merupakan gabungan dari pendekatan rasional dengan pendekatan empiris. Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuan secara konsisten dan komulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak.
Alur berfikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypotetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut.
1) Perumusan masalah.
2) Penyusunan kerangka berfikir dalam penyususnan hipotesis.
3) Perumusan hipotesis
4) Pengujian hipotesis
5) Penarikan kesimpulan
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Hubungan langkah yang satu dengan yang lainnya bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Langkah-langkah tersebut harus dianggap sebagai patokan utama walaupun dalam penelitian yang sesungguhnya mungkin saja berkembang berbagai variasi sesuai dengan bidang dan permasalahan yang diteliti.
Metode ilmiah ini penting bukan saja dalam proses penemuan pengetahuan namun lebih-lebih lagi dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan. Metode ilmiah ini pada dasarnya sama bagi semua disiplin keilmuan baik yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Walaupun ada perbedaan dalam kedua kelompok keilmuan tersebut sekedar terletak pada aspek-aspek tekniknya bukan pada stuktur berfikir atau aspek metodologisnya.


Kesimpulan
Metode ilmiah merupakan wujud dari pendekatan ilmiah. Metode ilmiah adalah langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penemuan-penemuan ilmiah. Hasil penemuan ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah disebut ilmu. Ada tiga karateristik utama dari pendekatan ilmiah, yaitu: Reductionism, Repeatability, Refutation. Kerangka berfikir dalam metode ilmiah pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut. Perumusan masalah, Penyusunan kerangka berfikir dalam penyususnan hipotesis, Perumusan hipotesis, Pengujian hipotesis, dan Penarikan kesimpulan. Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Dalam pendekatan ilmiah juga di terapkan dalam pembelajaran kurikulum 2013 yang mulai di terapkan di sekolah sekolah. Dalam materi materi pembelajaran yg di gunakan menggunakan pendekatan ilmiah atau metode ilmiah.



Daftar Pustaka
1. Bakhtiar, Amasal, Prof, Dr, M.A., Filsafat Ilmu. Raja Grafindo Persada, Jakarta (2007)
2. Checkland, P.B., Systems Thinking, Systems Practice. John Wiley, New York (1993).
3. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta (1989)
4. Suriasumantri, S Jujun, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta (1990)
5. http://info-data-guru-ptk.blogspot.co.id/2013/12/model-pendekatan-ilmiah-scientific.html?m=1
6. http://www.mediabelajar.info/2014/08/penerapan-pendekatan-saintifik.html?m=1




Saran
Menurut saya tulisan yang di paparkan cukup bagus dalam pembahasannya namun ada sedikit yang kurang sesuai dengan apa yang di sampaikan sebelumnya dalam pembahasan tulisan, kemudian penulos kurang teliti sehingga ada beberapa kalimat yang di ulang-ulang.
Tanggal di berikan 16 maret
Tanggal di koreksi 18 maret.

0 comments:

Post a Comment