PENERAPAN PENDEKATAN ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013
PENULIS : Laila, Ucis, Samik.
ABSTRAK
Saat ini diberlakukan pembelajaran
Tematik Terpadu bagi peserta didik mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI.
Pembelajaran dimaksud adalah dengan menggunakan Tema yang akan menjadi
pemersatu berbagai mata pelajaran. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi
pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi dan mencoba,
mengasosiasikan dan menalar, dan menyajikan dan mengkomunikasikan hasil untuk
semua mata pelajaran.Sejalan diawalinya penerapan kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah,
atau pendekatan saintifik, atau scientific aproach menjadi bahan pembahasan yang menarik
perhatian para pendidik. Penerapan pendekatan ini menjadi tantangan guru
melalui pengembangan aktivitas siswa yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan
mencipta.
ISI
Kurikulum 2013 menekankan pada
dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan
ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana
dimaksud meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi dan mencoba,
mengasosiasikan dan menalar, dan menyajikan dan mengkomunikasikan hasil untuk
semua mata pelajaran. Untuk materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada
kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan
nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau
sifat-sifat nonilmiah.Saat ini diberlakukan pembelajaran Tematik Terpadu bagi
peserta didik mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran dimaksud
adalah dengan menggunakan Tema yang akan menjadi pemersatu berbagai mata
pelajaran.
Pendekatan ilmiah pembelajaran
antara lain meliputi aspek :
·
Mengamati
·
Menanya
·
Mengumpulkan
informasi/ eksperimen
·
Mengasosiasikan/
mengolah informasi
·
Mengkomunikasikan
Langkah-langkah tersebut tidak
selalu dilalui secara berurutan, terlebih pada pembelajaran Tematik Terpadu,
dimana pembelajarannya menggunakan Tema sebagai pemersatu. Sementara setiap
mata pelajaran memiliki karakteristik keilmuan yang antara satu dengan lainnya
tidak sama. Oleh karena itu agar pembelajaran bermakna perlu diberikan
contoh-contoh agar dapat lebih memperjelas penyajian pembelajaran dengan
pendekatan saintifik.
Contoh Penerapan Pendekatan
Saintifik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu
1. Mengamati
Dalam proses mengamati, kegiatan
belajar: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat),. Dalam
penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik (Kelas 4 Sekolah Dasar) perlu
memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat
peserta didik masih dalam jenjang Sekolah Dasar, maka pengamatan akan lebih
banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat
kontekstual. Berikut contoh Tema 6 Indahnya Negeriku pada sub tema 2 Keindahan
Alam Negeriku. Peserta didik diajak mengamati gambar, kemudian mereka diajak
mengidentifikasi, tentang ciri-keindahan alam. Dengan mengamati gambar, peserta
didik akan dapat secara langsung dapat menceritakan kondisi sebagaimana yang di
tuntut dalam kompetensi dasar dan indikator, dan mata pelajaran apa saja yang
dapat dipadukan dengan media yang tersedia.
Contoh objek gambar yang diamati
siswa
Pengamatan gambar dapat dikembangkan
dan dikaitkan dengan pengetahuan awal dari siswa sehinga proses pembelajaran
dapat lebih menyenangkan dan membangkitkan rasa antusias siswa karena dapat
mengaitkan pengalaman belajarnya dengan kehidupan nyata. Gambar-gambar yang
diamati juga harus bervariasi dan dapat membangkitkan keingintahuan anak
sehingga dapat memancing anak untuk bertanya hal hal yang ingin diketahui
dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
2. Menanya
Kegiatan belajarnya: mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan hipotetik).
Peserta didik yang masih duduk di
kelas 4 Sekolah Dasar tidak mudah diajak bertanya jawab apabila tidak
dihadapkan dengan media yang menarik. Guru yang efektif seyogyanya mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula
dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru
menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya
itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan
yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh
tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat
tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya
menginginkan tanggapan verbal. Dengan media gambar peserta didik diajak
bertanya jawab sekaligus membedakan karakteristik Keindahan alam negeri.
Beberapa contoh pertanyaan yang
diharapkan muncul setelah pengamatan:
·
Apa
nama-nama tempat wisata dalam foto-foto yang diamati ?
·
Di
mana lokasi tempat-tempat wisata tersebut?
·
Kekayaan
alam apa saja yang terkandung di tempat-tempat wisata tersebut?
Beberapa contoh jawaban yang
diharapkan muncul setelah tanya jawab:
·
Nama
tempat wisata, yaitu Gunung Bromo, sawah berundak Bali, Danau Toba, pantai dan
wisata bawah laut Raja Ampat, dan hutan Kalimantan dll.
·
Lokasi
di setiap pulau di Indonesia.
·
Kekayaan
sumber daya alam hayati, seperti beragam tumbuhan dan hewan di laut, dan hewan
serta tumbuhan di hutan. Juga sumber daya alam nonhayati seperti keindahan
pantai pasir, danau, dan pegunungan.
Pada saat siswa mengamati dan
menjawab pertanyaan guru, maka sudah memadukan dan mengakomodasi berbagai
muatan pelajaran. Dari hasil pengamatan dan menanya diharapkan ada jawaban yang
ilmiah yang memberikan pemahaman yang baik pada siswa.
3. Mengumpulkan informasi/
eksperimen
Kegiatan belajanya: melakukan
eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati
objek/kejadian/aktivitas atau wawancara dengan narasumber. Untuk memperoleh
hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus mencoba atau
melakukan eksperimen, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada
tema 6 kelas 4 ini misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep materi
dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki
keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta
mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau
mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk
ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar
menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan
yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan
dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan;
(5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6)
menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan
mengkomunikasikan hasil percobaan.
Contoh penerapan percobaan yang
sesuai dengan tema dengan mengaplikasikan bentuk bidang dalam matematika dan
ilmu pengetahuan alam:
·
Siswa
membaca informas isingkat tentang Tebang Pilih Tanam (TPT)
·
Siswa
melakukan 2 jenis percobaan untuk mengetahui fungsi pohon/tanaman bagi
kehidupan di bumi.
·
Siswa
melakukan 2 jenis percobaan. Untuk teknik pelaksanaannya, siswa bisa dibagi
dalam beberapak elompok kecil dan minta setiap kelompok untuk mempersiapkan
sendiri alat dan bahan percobaan.
Sebelum melakukan percobaan, minta
siswa untuk melakukan prediksi/ hipotesis apa yang akan terjadi pada:
·
Tanah/bukit
hijau/hutan: Gundukan tanah ditutup rumput yang disiram air.
·
Tanah/bukit
gundul: Gundukan tanah tanpa rumput yang disiram air.
·
Setelah
percobaan, siswa kemudian menuliskan apa yang terjadi pada dua jenis
gundukantanah tersebut.
4. Mengasosiasi/ mengolah informasi
Kegiatan belajarnya: mengolah
informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi; pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang
bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada yang bertentangan.
Apabila dikaitkan dengan contoh yang
disajikan diatas, maka Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran
dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 adalah untuk menggambarkan
bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam
banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran
adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran
dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu
tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan
padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski
istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas
menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah
banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah
asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide
dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,
pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain.
Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan
berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu
dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari perspektif psikologi, asosiasi
merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari
kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu. Dalam menalar
siswa dapat mengambil hikmahdari sikap dan pengetahuan yang didapa dari proses
belajarnya.
Proses menalar juga bisa diasah dengan
dorongan guru dalam bertanya jawab dan memancing siswa untuk berpikir komplek
misalnya seperti saat guru dan siswa membahas masalah kehidupan nelayan, di
suatu tempat dimana mereka mengamati daerah pantai. apa yang bisa dilakukan
guru dalam membimbing siswa untuk belajar menalar secara ilmiah seperti berikut
:
Dari gambar di atas dan interaksi
antara guru dan siswa akan menuntut untuk melakukan Higher Order Thinking yang
sangat bermanfaat dalam kelanjutan proses belajarnya. Akan lebih mebrmakna
proses pembelajarnnya jika siswa dapat langsung mencoba melakukan apa yang
diamati, sitanyakan dan dinalar secara ilmiah dalam tindakan nyata.a
Pada tahapan mengolah ini juga
peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada
pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif
atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika
pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia
menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta
didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan
atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman,
sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan
belajar secara bersama-sama. Peserta didik secara bersama-sama, saling
bekerjasama, saling membantu mengerjakan hasil tugas terkait dengan materi yang
sedang dipelajari.
5. Mengkomunikasikan
Kegiatan belajarnya: menyampaikan
hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis,
atau media lainnya. Hasil tugas dikerjakan bersama dalam satu kelompok untuk kemudian
dipresentasikan atau dilaporkan kepada guru. Kegiatan menyimpulkan merupakan
kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu
kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah
mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Hasil tugas yang telah
dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan
tertulis dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok
dan atau individu. Yang sebelumnya di konsultasikan terlebih dulu kepada guru.
Pada tahapan ini kendatipun tugas dikerjakan secara berkelompok, tetapi
sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu. Sehingga
portofolio yang di basukkan ke dalam file atau Map peserta didik terisi dari
hasil pekerjaannya sendiri secara individu.
Pada kegiatan akhir diharapkan
peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik
secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil
kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat
diberikan klarifikasi oleh guru agar supaya peserta didik akan mengetahui
secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang
harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana
pada Standar Proses.
Model Pendekatan Ilmiah Scientific Approach Pada Implementasi
Kurikulum2013 - Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran. Pendekatan ilmiah (scientific approach, saintifik) diyakini
sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih
efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradidional. Hasil penelitian
membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru
sebesar 10 persen setelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual
sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi
informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan
pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. Proses pembelajaran harus dipandu
dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan
dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu
kebenaran.
Proses pembelajaran harus
dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah.
Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini:
1. Substansi atau materi pembelajaran
berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
2.
Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif
guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis,
analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau
materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta
didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional
dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta
empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara
sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Menurut Checkland (1993),
berdasarkan sejarah perkembangan ilmu, didapatkan tiga karakteristik utama dari
pendekatan ilmiah, yaitu:
1. Reductionism
2. Repeatability
3. Refutation
Reductionism adalah pendekatan yang
mereduksi kompleksitas permasalahan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,
sehingga dapat dengan mudah diamati dan diteliti. Pendekatan analitikal adalah
nama lain dari reductionism, yaitu mencoba untuk mencari unsur-unsur yang
menjelaskan fenomena tersebut dengan hukum sebab akibat. Asumsi dari
reductionism ini adalah bahwa fenomena keseluruhan dapat dijelaskan dengan
mengetahui fenomena dari unsur-unsurnya. Ada satu istilah yang sering digunakan
dalam hal ini, yaitu keseluruhan adalah merupakan hasil penjumlahan dari
unsur-unsurnya. Oleh karena itu, berfikir linier adalah juga merupakan nama
lain dari reductionism.
Sifat kedua dari ilmu adalah
repeatability, yaitu suatu pengetahuan disebut ilmu, bila pengetahuan tersebut
dapat dicheck dengan mengulang eksperimen atau penelitian yang dilakukan oleh
orang lain di tempat dan waktu yang berbeda. Sifat ini akan menghasilkan suatu
pengetahuan yang bebas dari subyektifitas, emosi, dan kepentingan. Ini
didasarkan pada pemahaman bahwa ilmu adalah pengetahuan milik umum, sehingga
setiap orang yang berkepentingan harus dapat mengecheck kebenarannya dengan mengulang
eksperimen atau penelitian yang dilakukan.
Sifat ilmu yang ketiga adalah
refutation. Sifat ini mensyaratkan bahwa suatu ilmu harus memuat informasi yang
dapat ditolak kebenarannya oleh orang lain. Suatu pernyataan bahwa besok
mungkin hujan atau pun tidak, memuat informasi yang tidak layak untuk disebut
ilmu, karena tidak dapat ditolak. Ilmu adalah pengetahuan yang memiliki resiko
untuk ditolak, sehingga ilmu adalah pengetahuan yang dapat berkembang, sebagai
contoh Teori Newton ditolak oleh Eisntein sehingga menghasilkan teori baru
tentang relativitas. (Blog. Juli 12, 2008 )
Metode ilmiah merupakan ekspresi
cara bekerja pikiran. Sistematika dalam metode ilmiah sesungguhnya merupakan
manifestasi dari alur berpikir yang dipergunakan untuk menganalisis suatu
permasalahan. Alur berpikir dalam metode ilmiah memberi pedoman kepada para
ilmuwan dalam memecahkan persoalan menurut integritas berpikir deduktif dan
induktif.
Berfikir deduktif adalah proses
pengambilan kesimpulan berdasarkan premis-premis yang kebenarannya telah
ditentukan. Metode deduktif menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah yang
dimulai dari hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan kepada yang
khusus. Sedangkan berfikir induktif adalah penalaran yang mengambil
contoh-contoh khusus yang khas untuk kemudian diambil kesimpulan yang lebih
umum. Metode induktif menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah metode yang
digunakan menarik kesimpulan dari hal yang khusus untuk menuju kepada
kesimpulan bersifat umum.
Metode ilmiah merupakan gabungan
dari pendekatan rasional dengan pendekatan empiris. Secara rasional maka ilmu
menyusun pengetahuan secara konsisten dan komulatif, sedangkan secara empiris
ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak.
Alur berfikir yang tercakup dalam
metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan
tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berfikir ilmiah yang berintikan
proses logico-hypotetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langkah sebagai berikut.
1) Perumusan masalah.
2) Penyusunan kerangka berfikir
dalam penyususnan hipotesis.
3) Perumusan hipotesis
4) Pengujian hipotesis
5) Penarikan kesimpulan
Keseluruhan langkah ini harus
ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Hubungan langkah yang satu
dengan yang lainnya bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak
semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas.
Langkah-langkah tersebut harus dianggap sebagai patokan utama walaupun dalam
penelitian yang sesungguhnya mungkin saja berkembang berbagai variasi sesuai
dengan bidang dan permasalahan yang diteliti.
Metode ilmiah ini penting bukan saja
dalam proses penemuan pengetahuan namun lebih-lebih lagi dalam
mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan. Metode
ilmiah ini pada dasarnya sama bagi semua disiplin keilmuan baik yang termasuk
ke dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Walaupun ada perbedaan dalam
kedua kelompok keilmuan tersebut sekedar terletak pada aspek-aspek tekniknya
bukan pada stuktur berfikir atau aspek metodologisnya.
Kesimpulan
Metode ilmiah merupakan wujud dari
pendekatan ilmiah. Metode ilmiah adalah langkah-langkah yang harus ditempuh
dalam penemuan-penemuan ilmiah. Hasil penemuan ilmiah dengan menggunakan metode
ilmiah disebut ilmu. Ada tiga karateristik utama dari pendekatan ilmiah, yaitu:
Reductionism, Repeatability, Refutation. Kerangka berfikir dalam metode ilmiah
pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut. Perumusan masalah,
Penyusunan kerangka berfikir dalam penyususnan hipotesis, Perumusan hipotesis,
Pengujian hipotesis, dan Penarikan kesimpulan. Keseluruhan langkah ini harus
ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Dalam pendekatan ilmiah
juga di terapkan dalam pembelajaran kurikulum 2013 yang mulai di terapkan di
sekolah sekolah. Dalam materi materi pembelajaran yg di gunakan menggunakan pendekatan
ilmiah atau metode ilmiah.
Daftar
Pustaka
1. Bakhtiar, Amasal, Prof, Dr, M.A.,
Filsafat Ilmu. Raja Grafindo Persada, Jakarta (2007)
2. Checkland, P.B., Systems
Thinking, Systems Practice. John Wiley, New York (1993).
3. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta (1989)
4. Suriasumantri, S Jujun, Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta (1990)
5.
http://info-data-guru-ptk.blogspot.co.id/2013/12/model-pendekatan-ilmiah-scientific.html?m=1
6. http://www.mediabelajar.info/2014/08/penerapan-pendekatan-saintifik.html?m=1
Saran
Menurut saya tulisan yang di paparkan
cukup bagus dalam pembahasannya namun ada sedikit yang kurang sesuai dengan apa
yang di sampaikan sebelumnya dalam pembahasan tulisan, kemudian penulos kurang teliti
sehingga ada beberapa kalimat yang di ulang-ulang.
Tanggal di berikan 16 maret
Tanggal di koreksi 18 maret.
0 comments:
Post a Comment