Pages

Saturday, October 5, 2019

Pseudo Science: Between Myth and Rasionalism


Name: Zakiyyatul M Hamidah A
Reviewer: Hafirsyani Rizka O, Aprilia Ayu K, Samik

Abstract: 
All the human being have their sense of looking for something new and think of it. It’s very naturally. Day by day, the ability of naming somenthing or even more complicated escalated by the quality of thinking that human always do. From the irrational one, based on myth-legend-folk, or anything that it was in past. To the logic yet still unprovable.


Kejadian yang ada di alam semesta ini tentu merupakan fenomena alam yang diciptakan oleh Allah SWT. Tugas manusia, yang dibekali akal untuk berfikir ialah mengobservasi segala kejadian alam tersebut. Dari hasil observasi itu lalu dipadukan dengan ilmu pengetahuan yang ada dan dirumuskanlah teori-teori baru secara ilmiah. Tetapi, adapula observasi dari manusia yang tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan tetapi dipercaya dan dianggap benar oleh masyarakat umum dari generasi ke generasi. Hal itu dinamakan pseudo science.
Ketika kita melihat komet jatuh, banyak dari kita yang percaya bahwa dengan memanjatkan do’a setelah komet melintas diatas cakrawala, akan terkabullah do’a. Ataupun peristiwa gerhana bulan, yang mengakibatkan malam gelap gulita. Akan ada yang percaya bahwa raksasa telah melahap rembulan, bermacam-macam bunyi didendangkan agar raksasa melepaskan bulan dan cahayanya kembali lagi.
Dua peristiwa itu merupakan salahsatu contoh dari Mitos. Sebuah kepercayaan yang dianggap benar oleh masyarakat luas. Mitos hadir karena keingintahuan untuk memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikiran manusia. Jadi, tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pengamatan maupun pengalamannya. Untuk memuaskan alam pikirannya, manusia mereka-reka sendiri jawabannya. Sehingga mitos sendiri, dapat diterima oleh masyarakat saat itu karena keterbatasan penginderaan, penalaran, dan rasa keingintahuan yang sudah terpuasakan untuk sementara.
Seiring berjalannya waktu, manusia tidak hanya puas pada terkaan-terkaan atas gejala alam yang dikaitkan dengan cerita dewa ataupun kepercayaan lain. Mulailah manusia memulai usaha untuk menafsirkan gejala alam dengan cara yang rasional, mudah diamati dan diperhitungkan, dengan melepas teori mitos. Inilah yang dinamakan teori Rasionalisme, atau penalaran deduktif, yaitu pertanyaan akan dijawab dengan logika atau hal-hal yang masuk akal. Dengan penalaran ini, sedikit demi sedikit meninggalkan faham mitos dengan berbagai legendanya.
Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum (premis mayor) untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus (premis minor). Sebaga contoh: 
Premis 1: Semua manusia pasti mati.  Premis 2: Sokrates adalah manusia
Kesimpulan: Socrates pasti mati
Premis pertama menyatakan bahwa semua benda yang diklasifikasikan sebagai "manusia" memiliki atribut "pasti mati". Premis kedua menyatakan bahwa "Sokrates" diklasifikasikan sebagai "manusia" - anggota dari himpunan "manusia". Kesimpulannya kemudian menyatakan bahwa "Sokrates" "pasti mati" karena ia mewarisi atribut ini dari klasifikasi sebagai "manusia".

Reference
Tim FMIPA UNESA. 2012. Sains Dasar. Surabaya. Unesa University Press


0 comments:

Post a Comment