Name: Zakiyyatul M Hamidah A
Reviewer: Hafirsyani Rizka O, Aprilia Ayu K, Samik
Abstract:
All the human being have their sense of looking for
something new and think of it. It’s very naturally. Day by day, the ability of
naming somenthing or even more complicated escalated by the quality of thinking
that human always do. From the irrational one, based on myth-legend-folk, or
anything that it was in past. To the logic yet still unprovable.
Kejadian yang ada di alam semesta ini tentu merupakan fenomena alam
yang diciptakan oleh Allah SWT. Tugas manusia, yang dibekali akal untuk
berfikir ialah mengobservasi segala kejadian alam tersebut. Dari hasil observasi
itu lalu dipadukan dengan ilmu pengetahuan yang ada dan dirumuskanlah
teori-teori baru secara ilmiah. Tetapi, adapula observasi dari manusia yang
tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan tetapi dipercaya dan dianggap benar oleh
masyarakat umum dari generasi ke generasi. Hal itu dinamakan pseudo science.
Ketika kita melihat komet jatuh, banyak dari kita yang percaya
bahwa dengan memanjatkan do’a setelah komet melintas diatas cakrawala, akan
terkabullah do’a. Ataupun peristiwa gerhana bulan, yang mengakibatkan malam
gelap gulita. Akan ada yang percaya bahwa raksasa telah melahap rembulan,
bermacam-macam bunyi didendangkan agar raksasa melepaskan bulan dan cahayanya
kembali lagi.
Dua peristiwa itu merupakan salahsatu contoh dari Mitos. Sebuah kepercayaan
yang dianggap benar oleh masyarakat luas. Mitos hadir karena keingintahuan
untuk memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikiran manusia. Jadi,
tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pengamatan maupun pengalamannya.
Untuk memuaskan alam pikirannya, manusia mereka-reka sendiri jawabannya.
Sehingga mitos sendiri, dapat diterima oleh masyarakat saat itu karena
keterbatasan penginderaan, penalaran, dan rasa keingintahuan yang sudah
terpuasakan untuk sementara.
Seiring berjalannya waktu, manusia tidak hanya puas pada
terkaan-terkaan atas gejala alam yang dikaitkan dengan cerita dewa ataupun
kepercayaan lain. Mulailah manusia memulai usaha untuk menafsirkan gejala alam
dengan cara yang rasional, mudah diamati dan diperhitungkan, dengan melepas
teori mitos. Inilah yang dinamakan teori Rasionalisme, atau penalaran deduktif,
yaitu pertanyaan akan dijawab dengan logika atau hal-hal yang masuk akal. Dengan
penalaran ini, sedikit demi sedikit meninggalkan faham mitos dengan berbagai
legendanya.
Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari
pernyataan yang bersifat umum (premis mayor) untuk menarik kesimpulan yang
bersifat khusus (premis minor). Sebaga contoh:
Premis 1: Semua manusia pasti mati. Premis 2: Sokrates adalah manusia
Premis 1: Semua manusia pasti mati. Premis 2: Sokrates adalah manusia
Kesimpulan: Socrates pasti mati
Premis
pertama menyatakan bahwa semua benda yang diklasifikasikan sebagai
"manusia" memiliki atribut "pasti mati". Premis kedua
menyatakan bahwa "Sokrates" diklasifikasikan sebagai
"manusia" - anggota dari himpunan "manusia". Kesimpulannya
kemudian menyatakan bahwa "Sokrates" "pasti mati" karena ia
mewarisi atribut ini dari klasifikasi sebagai "manusia".
Reference
Tim FMIPA UNESA. 2012. Sains Dasar. Surabaya. Unesa University
Press
0 comments:
Post a Comment